Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Cerpen - Tearsdrop On My guitar



Cakka looks at me…
i fake a smile…
he won’t see…
what i want and i need..
and everything that we should be…
Aku melajukan Honda Jazz Biruku di jalanan protokol kota Bandung yang saat itu sedang dirintiki oleh hujan, menyirami setiap yang ada di bawah, termasuk mobil Honda Jazzku. Aku menyalakan Mp3 dan bersenandung ria, hari ini adalah jadwalku latihan Band bersama kelompok bandku yang bernama KaiZyo.
Yep! Band itu terdiri dari 3 orang laki-laki, dan aku sendiri satu orang perempuan.
Band kami terdiri dari Cakka (Guitarist) Ozy (Keyboardist) Rio (Drummer), dan aku sendiri (Vokal) (Guitarist).
Yeaaaah! Berlatih band dan sesekali manggung adalah rutinitasku dua tahun belakangan ini, semenjak aku lulus SMA dan mengambil jurusan Seni di UNPAD, satu fakultas bersama Cakka, sahabatku sejak SMP.
Ya, Cakka adalah pentolan band kami, atau bahasa kerennya ialah leader disini. Dia yang bertindak dan bertanggung jawab jika ada masalah di antara kami, aku bertemu dengannya ketika ia pindah ke Bandung waktu umurku masih 13 tahun, ya, waktu itu aku masih SMP. Dan harus kalian tau, dialah cinta pertamaku. Bodoh sekali kan aku? Satu sekolah, satu Band, tetapi ia sama sekali tak mengetahui perasaanku. Entah dia yang terlalu tak peka atau aku yang terlalu pasif untuk membahas soal itu.
Ah, sudahlah tak usah difikirkan. Tanpa ku sadari aku telah sampai di sekitar jalan Ir.H. Juanda, dan berhentilah Mobilku disini. Di depan sebuah rumah klasik berwarna putih.
Aku mengambil tas hitamku, dimana itu berisi, Gitar kesayanganku, mungkin dulu. Itu adalah gitar kesayangan Cakka.
Ya, dulu gitar itu adalah milik Cakka. Tapi hanya karena aku takjub dengan body dan dentingan suara gitar itu, dia memberikannya begitu saja kepadaku. Padahal aku tahu, Cakka amat sangat menyanyangi si Taylor ini. Bahkan sudah ia anggap belahan jiwanya, ah! Cakka terlalu baik.
Aku mensampirkan tas Gitarku di bahu, dan berjalan ke beranda rumah itu.
Entah kenapa, Kotak Surat kecil yang berada tepat di beranda rumah plus studio milik Cakka ini sangat unik, membuatku hampir tertawa geli. Seorang anak Band, rumahnya terdapat Kotak Surat Putih nan mungil, apa kata dunia?
Oh iya satu lagi, Cakka tinggal sendiri di bandung. Orang tuanya bekerja di Perancis sebagai perancang mode dan seorang diplomat handal. Cakka saja dibelikan rumah ini oleh mereka, betapa kayanya dia kan?
Entah berapa lama aku terpaku berdiri disini, ada yang menepuk bahuku.
“Hey.”
Suara yang sangat familiar untukku, aku menoleh dan mendapati seorang Cowok tampan dengan T-Shirt berwarna hitam dengan Jeans selutut, dia memakai topi berwarna putih dan sekarang sedang tersenyum manis di hadapanku.
“Eh? Cakka?”
“Ngapain sih? Ayo masuuuuk.” ajaknya seraya merangkulku, ada yang berdesir di darahku.
Aku dan Cakka menuju dapur untuk menyeduh kopi, menunggu Rio dan Ozy. Aku dan dia sekarang berdampingan.
Aku menuangkan sebuah bubuk kopi ke cangkir dan menuangkan air panas, dia sedang mengaduk-ngaduk kopinya lalu bersandar di tembok sebelah kompor, menatapku, dalam, sangat dalam.
Aku merasa diperhatikan olehnya walau aku tau sebagian wajahnya tertutupi oleh mug karena ia sedang menyesap kopinya. Aku membalas tatapannya.
“Apa sih?” tanyaku kesal.
Dia menurunkan Mugnya dan tersenyum. Lalu ia berjalan mendekat, sangat dekat, dia sekarang berada di sampingku. Dia menatap wajahku, lalu sedetik kemudian tertawa.
“kenapa sih? Kamu aneh banget.” kesalku. Dia mendekati wajahku, hatiku sudah dag dig dug tak karuan, membayangkan yang enggak-enggak.
Dia mengusap sesuatu di tepi bibirku dengan ibu jarinya.
“kamu tuh kalau minum kopi itu hati-hati jgn kaya anak kecil.” katanya kembali bersandar di dinding dapur. Aku hanya menunduk malu, menyembunyikan semburat merah di pipiku.
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah Cakka, aku tau itu Ozy dan Rio. Cakka menaruh Mugnya dan tersenyum ke arahku.
“Aku ke mereka dulu ya, kamu langsung naik ke atas aja.” ujarnya, aku mengangguk.
i’ll bet that she beautifull…
that girl he talks about…
and she’s got everything…
that i have to life without…
Aku beserta ketiga cowok yang berbeda sifat ini sedang duduk di studio milik Cakka.
Kami duduk terpisah-pisah.
Cakka duduk bersandar di dekat gitar miliknya di dekat sound speaker, Ozy tiduran di tengah-tengah lantai kayu studio Cakka, dasar sinting anak itu. Rio duduk di dekat pintu dengan asik memainkan stik drumnya. Dan aku sendiri sedang membaca majalah sambil mendengarkan lagu.
Cakka sendiri sedang asyik memainkan Blackberrynya sesekali ia senyum, senyum terus malah. Aneh. Rupanya gelagat aneh Cakka juga ditangkap oleh Rio dan Ozy, dan tanpa diduga mereka menyerbu Cakka. Mensmackdown Cakka. Hingga Cakka tak berdaya.
“BB guuueee! Woooyy bb gue!” teriak Cakka meronta-ronta karena ditahan oleh Rio. Ozy yang berbadan kecil tentu saja tak bisa ikut mengunci rio, dia malah asik ngotak ngatik handphone Cakka. Sesekali melirik jail ke arah Cakka.
“Iya, jangan lupa makan yah, Shill. Muaaacchh” Ozy membacakan BBM2 dari Cakka ke seseorang dengan gaya yang dilebay-lebaykan.
“Wooooy gue gak nulis muaaaach, sueeeer.” Cakka berteriak-teriak.
“Lanjutiiin, Zyyyy” teriak Rio. Ozy tertawa kencang kali ini dia menghampiriku, meski aku malas kalau sudah urusan dengan Cakka dan perempuan yang sekarang dekat dengannya.
“Ik, lo baca yang kenceng ini ya ” perintah Ozy, aku hanya mengangguk. Aku melirik Cakka, Cakka melarang dengan menggeleng-geleng kepalanya.
“hhmm, oke Cakka. Aku tunggu di Restaurant Ghe.” ucapku pelan, Ozy sepertinya kecewa.
“Yah, Ik. Lo kok lemah gitu sih.” kata Ozy.
“Sorry hehe, perut gue lagi sakit.” alasanku.
Rio melepaskan Cakka, Cakka berlari ke arah Ozy dan merampas BBnya.
“Sini BB gue.” rampas Cakka.
“Weiiitss biasa aja dong, man. Siapa tuh, Shilla?” goda Ozy.
“gebetan baru kka?” tanya Rio. Cakka tersenyum sendiri, belum pernah aku melihat Cakka tersenyum malu seperti itu.
“Ciyeee siapa kka siapa? Cerita dong.” pinta Rio.
“Gak mau ah! Lo berdua rese! Ik, ikut aku.” kata Cakka seraya menatapku dan pergi ke belakang rumahnya.
Cakka duduk menghadap langit malam kota Bandung yang ditaburi bintang-bintang, aku mengikuti, duduk di sampingnya. Di bawah kami terdapat gemerlap kerlap kerlip lampu warna warni, karena rumah Cakka terdapat di sebuah bukit yang agak tinggi, hingga terlihat dari sini pemandangan malam Kota Bandung yang amat indah.
Hening.
Yang terjadi disini ialah itu, Cakka terus saja menatap ke kerlap kerlip lampu itu, seperti menikmati. Aku pun mencoba bertanya apa yang sedari tadi berputar di otakku, aku penasaran, siapa yang merebut hati Cakka.
“Kka.” panggilku memegang bahunya, ia menoleh.
“Iya, Ik?”
“Shilla siapa?” tanyaku, walau ada sebersit luka di hati aku. Menahan perih melihatnya tersenyum untuk orang lain.
“Shilla ya? Hm dia itu junior aku, Ik. Dia anak baru di fakultas geografi. Aku ketemu dia sewaktu menghadiri seminar gabungan, waktu itu kamu gak ada. Aku kesepian deh, sendirian kesana. Terus ga sengaja ketemu dia, dia juga sendiria. Lalu kami mengobrol, dia cerdas dan low profile banget. Aku suka ngobrol sama dia. Dia itu lucu…”
kata-kata Cakka bagai lewat seperti angin lalu di telinga Oik, ia ingin sekali menutup telinganya, bahwa ia sebenarnya ingin sekali tidak mendengar pujian-pujian Cakka terhadap wanita itu. Ia ingin mendengar Cakka hanya memujinya! Biarlah dia egois, tapi tuhan! Betapa sakitnya ini.
“Ik, kamu dengerin aku gak sih?” tanya Cakka.
Aku tersadar dan berusaha semanis mungkin untuk tersenyum.
“Oh ya? Wah kayanya dia asyik ya orangnya. Aku pengen deh ketemu dia.” kataku berusaha sesenang mungkin. Cakka tersenyum lebar.
“Wah, besok aku bawa dia kemari gimana?” tanya Cakka.
Hah?
Aku ingin mati saja, aku salah bicara. Tolong.. Tolong… Tolong.. Siapapun! Putarlah waktu. Aku menggigit lidahku, menghukumnya karena sudah mengatakan hal bodoh. Besok dia bawak kemari? Lebih baik Cakka membawa sebuah Samurai lalu menusuknya daripada Cakka membawanya ke hadapan Oik dan memperkenalkannya padaku. Itu sama saja membunuhku pelan-pelan.
cakka talks to me…
i laugh cause its just funny…
i can’t even see
anyone when he with me…
Tak beberapa lama Cakka menyandarkan kepalanya ke bahuku, aku kaget. Reflek tubuhku menegang karenanya. Tapi Cakka tak mengindahkannnya dia justru menikmati bau parfumku.
“Ik, kamu pakai Parfum apa? Molto Ultra?”
he? Enak aja dia, masa aku pake Pewangi buat mencuci saja.
“Enak aja, aku pake Downy parfum.”
Dia tertawa pelan, dan terlihat dadanya naik turun.
“Itu sih sama aja, Parfum murahan.” ejeknya, kepalanya masih dibahuku dan mencodongkan tubuhnya ke tubuhku.
“Beda lah, lebih wangi.” belaku.
Dia tertawa dan bangun dari posisinya lalu menatapku.
“Ik, kita sahabatan selamanya kan?” tanyanya.
Aku tercekat, kenapa dia mengajukan pertanyaan yang sangat sulit aku jawab.
“Iya.” aku mengangguk berat, dia tersenyum lebar.
“Ik, selama ini kan aku bantu kamu, aku boleh minta bantuan kamu gak?” tanya Cakka yang sekarang berada di posisi lebih gila lagi. Dia menaruh kepalanya di atas pahaku. Membuatku leluasa menatap wajahnya yang sekarang berada di bawahku.
“emhh.. Apa?” cicitku, karena tak dapat mengeluarkan suara lebih keras lagi, detak jantungku jauh lebih keras.
“kamu tau apa yang paling disukai cewek dari seorang cowok? Bantu aku, Ik. Aku pengen ngejar Shilla.”
Jduaaaar!
Ini seperti petir di siang bolong, mataku panas. Ayolah mata, bekerja samalah denganku. Jangan menangis. Karena Cakka pasti terhujani oleh air mata sialanmu.
“Eh? Boleh, boleh. Besok aku bakal ngajarin kamu.” ujarku.
Dia bangun dari pahaku dan mengguncangkan bahuku sambil tersenyum lebar.
“Yang benar, Ik?” tanyanya.
Aku mengangguk, tanpa ku sadari dia memelukku erat.
“Makasih Ik, kamu emang sahabat terbaikku.”
he’s say he so in love…
he finally got it right…
i wonder if he know…
he’s all i think about night…
Well, sesuai janjiku. Keesokan harinya aku membantunya untuk mendapatkan Shilla. Aku seperti detektif bayaran Cakka, dan disinilah aku. Melakukan hal bodoh, melakukan hal yang dapat membunuh diriku sendiri.
Aku sedang mengamati Shilla, setelah tau Shilla yang mana. Aku sangat takjub, Shilla amat Cantik. Dengan rambut tergerai panjang seperti sutra, mata yang indah dan hitam, hidung yang mancung seperti golek srikandi dan bibirnya yang tipis namun menggoda. Ah! Coba lihat aku? Mau lihat wujudku? Jangan deh pasti membuat kalian semua berlari.
Shilla sedang menuju perpustakaan, Oh ternyata dia gadis yang suka membaca. Hm boleh juga siapa tau Cakka bisa membelikannya sebuah Novel. Lalu Shilla keluar dan mengendarai Mobil picantonya, dan berhenti di sebuah restaurant. Tidak lama kemudian ia membawa sebuah Cake Strawberri.
One thing! Dia suka Cake Strawberry.
Setelah itu, Shilla pulang ke rumahnya. Dan tugas Oik berakhir. Dengan cepat-cepat ia ke rumah Cakka.
“Dia suka baca dan dia suka Cake Strawberry. Hm boleh-boleh.” Cakka mengangguk-angguk. Aku tersenyum menatap Cakka yang begitu sibuk menerawang.
Tiba-tiba BB Cakka berbunyi.
“Hallo.. Astaga Shill aku lupa! Oke oke aku jemput kamu ya.. Tunggu.. Bye.. Iya makasih.”
Cakka menaruh BBnya di saku dan menatapku.
“Aku pergi jemput shilla dulu ya.” Cakka mencium keningku lama, dan membuatku kaget karena itu tiba-tiba.
“Itu ucapan terima kasihku, Ik.” katanya seraya melambaikan tangan. Setelah yakin Cakka pergi.
Aku terduduk lemas, memejamkan mataku. Apa yang sebenernya ada dalam kepala bodohku ini! Membiarkan dia bahagia sementara aku sakit. Tuhaaan, semoga kau membalas semuanya.
Aku memutuskan untuk naik saja ke ruang Studio, memangku gitar Akustiknya.
“Taylor, kamu tau gak? Tuanmu sedang jatuh cinta. Yep! Tentunya bukan sama aku, karena dia gak mungkin sadar dengan hadirku. Kamu sedih kan sama seperti aku? Ya, mari kita menangis bersama.” Oik memeluk Gitarnya dan meneteskan air mata.
tak lama kemudian, Cakka dan Shilla datang. Rio dan Ozy tidak datang hari ini karena masing-masing mempunyai urusan yang ga bisa ditinggalkan.
Aku mendengar derap langkah dua orang yang menaiki tangga, aku segera menghapus air mataku dan menaruh Taylor rapi.
Cakka dan Shilla masuk lalu tersenyum lebar.
Aku bangkit dan berdiri di hadapan mereka.
“Hey, ini pasti Shilla ya?” ucapku ramah, Shilla tersenyum.
“Aku Oik.” ucapku mengulurkan tangan.
“Shilla.” sambut Shilla.
Cakka lalu menarikku keluar, meninggalkan Shilla.
“Ik, aku mau nembak Shilla sekarang.” bisik Cakka.
“HAH?! APA?!” pekikku.
“Sssttt.. Ik, jangan berisik. Kamu mending pulang aja ya. Aku udah siapin Cakenya buat Shilla strawberry tentunya.” ujar Cakka terkekeh.
“Kok.. Kok aku pulang?” tanya Oik. Cakka menggaruk kepalanya.
“Ya, emang mau liatin orang pacaran nanti?” pancing Cakka.
Aku menggeleng cepat, benar juga. Aku tidak dapat menampakan wajah tololku lagi melihat dia yang aku suka bersatu dengan yang lain. INI MIMPI BURUK!
Tapi… Tapi kenapa Cakka setega itu mengusirku? Cakka memang sudah berubah, ya dia sudah berubah. Aku berusaha menahan air mataku.
“Oke.” kataku kikuk dan berjalan seperti robot menjauhinya yang malahan tenang, menuruni tangga dan di bawah aku terisak, menangis. Aku tak tahan lagi, tak pernah ku sangka akan sesakit ini, ini semua memang salahku, tak pernah bisa jujur.
aku sudah akan menyalakan mesin Mobilku dan ketika Gas akan ku injak, aku terlonjak kaget.
“Ya ampun! Taylor! Taylor masih di dalam.” pekikku segera berlari kembali ke rumah Cakka. Aku menaiki tangga cepat-cepat dan membuka pintu Studio, gelap? Kenapa gelap? Kemana Cakka.
Aku mencari sakelar Studio ini, karena aku hafal aku cepat menemukannya dan.
‘Cekrek’
lampu menyala.
Dan mendadak lututku lemas, mulutku ternganga tak percaya dengan apa yang ku lihat. Ca… Cakka? Cakka sedang berciuman panas dengan Shilla. Omayangat! Apakah ada yang dapat membunuhku sekarang juga dan jauh lebih sakit dari ini? Kurasa tidak.
Mereka menoleh ke arahku dan melepaskan bibir mereka masing-masing nampaknya malu karena sudah kupergoki.
Aku segera berlari, tidak bukan berlari tapi berjalan cepat segera mengambil Taylorku. Lalu segera pamit.
“Permisi.”
Kataku seraya berlari cepat dan menutup pintu. Aku segera memasuki mobilku, menaruh Taylorku di sampingku. Aku tidak dapat menahan segala kekcewaanku lagi. Aku menangis! Ya kurasa tidak salah jika aku menangis sepuasnya di dalam Mobilku.
He’s the reason for the tearsdrop on my guitar…
the only thing that keeps me…
wishing on a wishing a star…
he’s the song in my car…
i keep singing…
dont know why i do?
Aku melempar tasku sembarang dan menaruh si Taylor di sampingku, aku menelungkupkan wajahku di antara lututku, kubiarkan rambutku tergerai jatuh ke bawah.
Hatiku sungguh berkeping-keping. Otakku terus memutar kejadian yang baru saja aku lihat, aku melihat Cakka mencium Shilla dengan penuh cinta. Kenapa aku hah? Harusnya aku berbahagia melihat sahabatku berbahagia.
Aku meraih Taylorku dan memainkannya, menumpahkan segala kesedihanku bersamanya, hanya benda ini peninggalan Cakka yang aku punya, aku harus bertahan, aku harus tegar.
Dia adalah alasan untuk air mata yang jatuh di gitarku…
Hanya gitar ini yang dapat menjagaku…
Berharap di sebuah bintang harapan…
Dia adalah lagu di mobilku…
Dan aku akan tetap bernyanyi…
Oooh aku tak tahu kenapa aku melakukan ini?
Tes
tes
tes
Air mataku mulai jatuh menjatuhi bumi, dan isakku seakan menyatu dengan bunyi gitarku yang setia menemaniku.
Adakah yang lebih sakit daripada ini?
Keesokkannya aku mendapat BBM dari Ozy.
“Ik, ayooo latihan.”
Begitulah kira-kira BBMnya, aku menghela nafas.
Bertemu Cakka setelah kejadian kemarin? OMG aku merasa tak punya kaki.
Tapi, untuk apa aku takut? Toh aku tak salah.
Aku mengambil bluesku dan tak lupa menenteng si Taylor yang setia menemani hari-hariku bia bagaikan pengganti Cakka.
Mobil Jazzku telah sampai di depan rumah putih ini, aku menghela nafas mencoba mencari ketenangan. Dengan senyum mengembang dan Taylor di tangan kananku aku melangkah masuk ke rumahnya.
Aku menaiki tangga menuju Studio, memutar kenop pintu itu.
“Hey.” sapaku riang. Aku menatap sekitar,hanyaada Cakka sedang memainkan gitarnya. Aku memberanikan diri menghampiri Cakka.
“Hey kka, Ozy, Rio, ke.. Kemana?” tanyaku. Cakka menoleh dan tersenyum.
“mereka lagi beli makanan dulu di luar. ” jawab Cakka.
Aku mengangguk tersenyum.
Cakka mendekatkan tubuhnya ke arahku hingga sampai tercium bau parfum mentolnya.
“Eh? Kka? Mau apa?” tanyaku kikuk. Cakka terkekeh dan berusaha mengambil Taylor.
“Itu, si Taylor. Aku pengen temu kangen sama dia, udah lama aku gak sentuh dia.” jawab Cakka menjauhkan dirinya, aku tersenyum dan mengambil Taylor lalu memberikannya.
Lalu Cakka memangku Taylor dan memetikkan nada.
Cause the something in the way…
You looks at me…
Cakka memainkan gitarnya sembari menatapku dalam, aku mengalihkan pandanganku. Menjaga diri agar rasa ini tak semakin tumbuh.
Its if my heart now..
You’re the missing piece…
Cakka mengerdikan kepalanya, mengajakku Berduet sepertinya. Aku membuka mulutku dan tersenyum.
You make me belive…
That there nothing in the world i can be…
But i never that you see…
Aku menatap Cakka, Cakka menatapku balik lama…
Cause the something in the way…
You look at me…
Kami saling bertatapan, lalu entah siapa yang pertama, kami berpelukan erat.
“Aku sayang banget sama kamu, Ik. Aku mau tanya sama kamu satu hal.” bisik Cakka.
“apa itu?”
“Kamu suka gak sih aku jadian sama Shilla?” tanya Cakka.
‘Deg!’
Aku bingung mesti menjawab apa, tenggorokanku tercekat.
“Sorry kka, aku keluar dulu.” aku melepaskan pelukannya, menghindari tangis yang sebentar lagi pecah.
Aku berlari kemanapun kakiku melangkah, enggan menjawab pertanyaan Cakka. Cakka mengejarku.
Aku sampai di belakang rumah Cakka, di bukit ini aku ingin berteriak sekencang-kencangnya.
“CAKKAAAA! AKU SAYANG SAMA KAMUUU! AKU CINTAAA SAMA KAMUUU! AKU SAYANG SAMA KAMUUU! KAPAN KAMU BISA SADAAAR!” Aku berteriak mengeluarkan semua suaraku, hingga aku terbatuk-batuk.
cakka walks by me…
can he tell that i can’t breathe?
And there he goes, so perfectly…
the kind of flawless that i wish i could be…
‘Kalau mau teriak jangan kenceng-kenceng. Nanti pita suaramu putus.’
Suara itu? Cakka? Dia.. Dia ada disini?
Aku menoleh. Omayangat! Benar Cakka ada disini, apa ia mendengar semua teriakanku.
Cakka menghampiriku, jaraknya sudah 50 cm dariku.
“kenapa kamu baru jujur sekarang?” tanya Cakka menaikkan alisnya dan menatapku dalam.
“Aku.. Akuu..” aku tergagap berusaha menjawabnya.
“kenapa ik, kenapaaaaaaa!” Cakka berteriak di hadapanku, dia mengacak-ngacak rambutnya.
“apa.. Maks.. Maksudmu?”
“Aku juga sama kamu, Ik. Tapi aku pendam itu, aku berusaha gak mengungkapnya, aku gak mau hancurin persahabatan kita dan aku lihat kamu cuek saja terhadapku. Aku aku takut kamu menolakku.” Cakka bercerita gelisah, dia seperti melakukan kesalahan besar. Aku pun hanya ternganga mendengarnya.
“Ya, semua ini memang salah kita berdua, yang tidak bisa jujur. Harusnya kau bisa jujur sedari dulu.” jawab Cakka lemah dan duduk di bangku taman.
Aku ikut duduk lemas disitu.
“ya, kita memang salah.” ujarku pelan.
“Ik.” panggil Cakka.
“Sorry soal kejadian tempo hari, aku.. Aku..” Cakka terbata-bata.
“Sudah tak perlu dibahas.” jawabku tersenyum.
Cakka memegang bahuku dan mendekatkan wajahnya ke arahku. Ah! Aku sudah tak memperdulikan semuanya, mungkin ini semua kebaikan tuhan, memberikanku secercah kebahagiaan untukku walau sekejap.
Aku memejamkan mataku, merasakan bibir Cakka yang dingin dan basah sekarang sudah berada di bibirku, aku menikmatinya, aku mencoba membalas. Ciuman yang semula lembut berubah menjadi ganas dan protektif. Aku berjanji tidak akan melupakan malam ini. Aku melepaskan diri dari Cakka dan Cakka kulihat tersenyum sangat manis.
“Makasih Ik.” ujarnya.
“Cakka!”
Ada yang memanggil nama Cakka, kami berdua menoleh. Shilla melambai riang ke arah kami dan menghampiri kamu.
“Cakka! Aku cariin kamu. Temenin aku nonton yuk, hari ini ada film baru. Yuk!” ajak Shilla riang, Cakka melirikku. Aku berusaha tersenyum.
“Ik, gak apa-apa aku tinggal.”
Aku menggeleng.
“Have fun ya, Kka. Shill.” ujarku.
“Okaaay, Ik” jawab Shilla. Mereka berdua pun pergi dengan bergandengan tangan, sungguh pasangan yang sangat sempurna.
Dan, Well, apa yang aku lakukan disini? Merenungi nasib cintaku yang begitu rumit, Maybe.
she better hold him tight…
give him all her love…
look in thoose beautifull eyes…
and knows she lucky…
Aku mencoba menjalani hari-hariku seperti biasa, sudah dua bulan semenjak kejadian itu hubunganku tidak berubah tetap menjadi Teman Tapi Mesra tanpa diketahui Shilla, aku tau suatu saat harus ada yang mengalah, Aku atau Shilla.
Yah, aku hari ini kembali bangun kesiangan lagi, aku mengucek mataku pelan dan merentangkan otot-otot tubuhku yang menegang setelah bermain Band terus, Band KaiZyo padat jadwal, dan sepertinya kami akan terkenal. Ya itu sih harapanku.
Aku kaget setelah mendapati undangan berwarna merah maroon di atas night standku, ini undangan apa? Aku membukanya.
Hah? Undangan acara ulang tahun Shilla? Kenapa aku diundang, yah aku lupa dia kan pacarnya Cakka dan dia kenal aku pastilah aku di undang.
Aku membacanya.
Besok? Hm okay aku datang.
Aku bergegas ke kamar mandi. Setelah itu aku mengambil kunci mobilku dan menuju ke Bandung Indah Plaza, yah, sepertinya aku perlu refreshing.
Setibanya disana aku berjalan-jalan sebentar dan Omayangod! Aku tanpa sengaja menabrak seseorang.
“Shh.. Shilla?” kataku lemah. Dia tersenyum, sangat cantik sekali.
“Oh hey, Ik. Lagi apa?”
“Lagi jalan-jalan aja, pusing di rumah.” jawabku. Aku mencoba menatapnya, mencoba membandingkan dirinya denganku, tidak, Ik. Kau seperti bumi dan langit dengannya. Dan lihat, matanya, sangat Cantik. Bagai terdapat bintang kejora disana.
“Oh gitu, eh Ik mau ngobrol bentar ga? Temanin aku ya ngopi-ngopi bentar gitu.” kata Shilla masih menampakan senyum bidadarinya, aku mengangguk kikuk dan mengikuti langkah kakinya.
“Jadi… Cakka kemana? Kok gak temenin kamu?” tanyaku pada saat itu. Dia menghela nafas.
“Entahlah, Ik. Dia sekarang akhir-akhir ini jadi sibuk.” jawab Shilla. Aku membulatkan mataku.
Nampaknya Shilla amat mencintai Cakka, terlihat dari matanya yang indah itu.
Tiba-tiba ekor mata kami menangkap sebuah objek yang sedang tertawa bersama Rio dan Ozy, Cakka?
Kami berdua lantas bangun dari tempatnya dan mengejar Cakka, Rio dan Ozy.
“Cakkaaa!” teriak Shilla, Cakka menoleh dan tampak kikuk, lalu kami berdua menghampiri mereka.
“Sayang, kamu kemana aja sih? Katanya sibuk? Kok malah hang out disini?” cecar Shilla, Cakka menggaruk tengkuk kepalanya.
“Hm sayang, sorry. Aku memang sibuk dan ini aku kesini untuk emhh untuk…” Cakka berusaha mencari alasan.
“Bertemu Customer.” jawab Rio dan Ozy bersamaan, Cakka mengangguk.
“Oohhh ya, tapi lain kali kita jalan ya.” manja Shilla memeluk lengan Cakka. Cakka mengacak pelan rambut Shilla.
“Iya sayaang. Kita pasti jalan berdua kok.” ucapnya, aku terdiam melihat perlakuan Cakka ke Shilla, hatiku sangat sakit, ingin sekali aku menangis, memeluk Cakka dan merebutnya dari Shilla, tapi aku tak bisa.
Cakka pamit ke kami berdua, sebelumnya ia mencium pipi Shilla lalu tersenyum ke arahku. Lalu aku membalas senyumannya.
Punggung Cakka perlahan menjauh.
“Ik, aku duluan ya.” ujar Shilla masih dengan senyum sumringahnya, aku mengangguk lemah. Aku apa? Aku apa dalam hubungan mereka? Hanya seorang yang tak berguna.
so i drive home alone…
as i turn out the light…
i’ll put his picture down…
and maybe get some sleep tonight…
Aku mengendarai mobilku menuju sebuah bukit di daerah kota bandung.
Aku harus menahan semua rasa sakit ini. Kenapa sih rasa ini susah dihilangin, ada ga sih jawaban untuk semuanya? Tuhan! Tolong jawab!
Aku terduduk di tepi bukit, mengingat masa-masaku dengan Cakka, sedari kami smp kami selalu bersama hingga aku meyakini tak ada yang bisa memisahkan kami. Tapi apa? Keyakinanku sekarang musnah.
Cakka sekarang bersama orang lain, ya bersama orang lain. Bukan bersamaku, ya bukan bersamaku.
Aku terisak menangis, semua ini karena kesalahanku, kesalahanku yang tidak pernah bisa jujur.
Aku menelungkupkan tanganku di wajahku, hatiku sangat sakit. Bagaimana? Bagaimana kalau Cakka menikah dengan Shilla? Oh! Mati sajalah aku.
Aku mencoba berfikir positif thinking, Shilla baru merasakan dekat dengan Cakka baru beberapa bulan, sedangkan aku? Ya aku sudah lama sekali, dan aku masih bisa dekat dengannya. Oke, aku cukup menang dari Shilla. Aku mencoba mengambil nafas dalam-dalam dan mencoba ikhlas, mencoba menarik bibirku agar membentuk sebuah senyum.
Aku Bisa Ikhlas.
Aku menaiki mobilku dan bernyanyi-nyanyi di dalam mobilku.
Aku bisa.
Aku berlari ke rumahku, bertekad untuk membuka lembaran baru, tidak bersama Cakka. Ya mungkin terlalu muluk tapi mungkin aku bisa. Aku menatap foto-fotoku bersama Cakka.
Yah! Aku siap memusnahkan semua! Aku menaruh foto-foto Cakka di dalam box, bersama semua barang-barangku. Dan menutupnya.
“Lihat aku yang baru Cakka.” ucapku tersenyum.
Malam ini, aku mematut diriku di cermin. Yeaaah Cakka! Lihat aku yang baru nanti.
Aku mengambil kunci mobilku dan melajukannya menuju rumah Shilla.
Aku sudah sampai di depan rumah megah Shilla, aku melangkahkan kakiku, dan Look! Itu Shilla memakai baju Merah. Menarik setiap perhatian kepadanya.
“Hey, Shilla. Happy Birthday yah. Semoga langgeng sama Cakka.” ujarku seraya mencium pipinya.
“Makasih ya, Ik. Yah! Hari ini aku akan mengumumkan pertunanganku dengan Cakka disini.” ujar Shilla tersenyum.
Hah? Apa? Bagaimana bisa? Baru 3 bulan jadian udah.. Udah tunangan? Sabar ik sabar… Kamu udah move on, kamu udah buka lembaran baru.
“Oh? Wow! Selamat ya, wah ga nyangka secepat itu.” ujarku tersenyum, ya aku berusaha tersenyum tulus.
“Iya aku gak nyangka Cakka melamarku secepat ini.” ujar Shilla tiba-tiba Cakka datang dengan sangat tampan menggunakan Jas. Lalu berdiri di samping Shilla menatapku.
“Sayang, aku boleh ngomong dengan Oik?” pinta Cakka, aku kaget. Tapi sebelum aku sadar Cakka sudah menarikku.
Dan disinilah kami, di taman belakang rumah Shilla.
“Ik, maafin aku.” ujar Cakka, aku menggeleng, aku sudah ikhlas. Ini bukan salah dia, tak ada yang salah. Aku tersenyum.
“Tak apa, aku juga sudah berusaha ikhlas, dan ternyata lebih baik. Aku mendoakan kalian berdua. Semoga kalian bisa langgeng.” ujarku meneteskan air mata, oh! Mungkin ini bukan air mata kesedihan tapi air mata bahagia karena Orang yang aku sayang akan berbahagia dengan pilihannya.
“Kamu, tak apa?” tanya Cakka, aku menggeleng. Dia menarikku ke tubuhnya, dan mengusah pelan rambutku.
“Maafin aku, aku sayang kamu, Ik.” ujarnya. Aku tersenyum di dalam dadanya.
“Aku juga sayang kamu, Kka.”
he’s the time taken up but there never enough…
and he’s all that i need to fall into…
Cakka sudah berdiri di atas podium dengan Shilla di sampingnya.
“Yah, Cakka dan Shilla akan melakukan pemasangan cincin untuk pertunangan mereka.” kata pembawa Acara.
Cakka mengambil cincin itu dan memegang jemari Shilla, dia menatapku terlebih dulu lama sekali, aku menangguk. Lalu ia menghela nafas dan menyematkan cincin itu di jari tengah Shilla. Suara tepuk tangan bergemuruh di tempat itu, Senyum bidadari Shilla makin terlihat Cantik dan juga Cakka dengan gaya maskulinnya, oh God! Kenapa dia terus-terusan menatapku.
” a, dan siapa yang ingin menyumbangkan lagu sebagai hadiah untuk mereka?” kata pembawa acara itu, aku mengangkat tangan dan menunjuk. Ya! Ini salah satu penguatan dan pengujian diriku apakah cukup kuat atau tidak.
“Ya, mbak siapa namanya?”
“Oik.” jawabku.
“ya, mbak Oik silahkan naik.”
Aku menenteng Taylor naik di atas panggung, dan menatap Cakka dan Shilla, Pasangan Sempurna sepanjang sejarah cintaku.
“Akan aku persembahkan lagu ini untuk pasangan teromantis masa ini.” ujarku tersenyum ke arah Cakka dan Shilla. Mereka berdua tersenyum.
Terimalah pengakuanku…
Aku sedang jatuh cinta…
Dari hatiku terdalam…
Sungguh aku cinta padamu…
Cinta ku bukanlah cinta biasa…
Jika kamu yang memiliki…
Dan kamu yang temani ku seumur hidupku…
Seumur hidupku..
Oik tersenyum ke arah Cakka, ya lagu ini memang dia nyanyikan untuknya bukan untuk Shilla.
Seumur Hidup, dia akan menjaga cinta khusus ini untuk Cakka.
Pasti.
Cerpen Karangan: Athe Celiona

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar