Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Cerpen - Nata dan Athan


Sebuah ayunan tua yang kini nampak usang seiring dengan bertambahnya usia. Ayunan tua inilah yang menjadi saksi bisu kisah persahabatan antara dua anak manusia yang berbeda keyakinan yang kini telah beranjak dewasa dan mulai mengerti arti cinta. Kisah persahabatan ini dimulai saat keduanya berumur 5 tahun. Awalnya, Nata mengenal Athan saat pertama kali Athan baru saja pindah rumah dari Medan ke Jakarta untuk tinggal menetap. Athan pindah ke rumah yang tepat berada di sebelah rumah Nata hingga akhirnya mereka menjadi teman dekat dan akrab hingga sekarang. Kami berdua pun selalu menghabiskan waktu bersama di ayunan tua yang berada di tengah-tengah rumah Nata dan Athan, ayunan ini dibuat khusus untuk kami berdua, ayah kami yang membuatkannya untuk kami. Ayunan ini sengaja dibuat hanya untuk duduk dua orang saja, yang itu artinya ayunan ini hanya dapat diduduki oleh aku dan Athan saja, tidak kurang dan tidak lebih. Ayunan ini pun dibuat senyaman mungkin, bisa untuk bersandar, tiduran, duduk dan ayunan ini pun diberi atap agar tidak panas dan tidak kehujanan saat kami berada disana.
Oh iya, kenalkan sahabat karibku ini namanya Nathan Immanuel, aku sering memanggilnya Athan dan kini orang-orang pun ikut memanggilnya Athan. Aku memilih memanggilnya Athan karena jika nama itu dibalik akan menjadi nama panggilanku, Nata. Ya Athan juga membuatkan nama itu untukku yang sebenernya nama panjang pemberian orang tua ku itu adalah Natasha Fahira. Ya kami berdua memang berbeda keyakinan, aku menganut agama Islam, dan Athan menganut agama Kristen Protestan. Tapi, begitulah yang namanya sahabat, tak memandang dari segi manapun. Dari kecil sejak kami bersahabat, orang tua kami tak pernah melarang kami untuk bersahabat bahkan mereka mengajarkan bagaimana bertoleransi sesama umat beragama. Bahkan terkadang, yang lebih lucunya lagi, kami berdua suka sama-sama saling menunggu apabila sahabatnya sedang beribadah atau bahkan hanya sekedar mengingatkan untuk ibadah. Aku sangat menyayanginya. Jujur saja, setelah sekian lama aku mengenal Athan, aku memang sudah lama memendam perasaan suka terhadapnya namun belum berani untuk ku ungkapkan. Athan memang tampan dan ia sangat perhatian terhadapku.
Suatu hari, sehari sebelum acara MOS digelar yang mana aku dan Athan akan menjalani ospek selama 3 hari di kampus yang baru. Kami memang sengaja mengambil universitas dan jurusan yang sama dan bersyukur kami berdua masuk di salah satu universitas negeri di Jakarta. Sehari sebelum hari itu dimulai, aku berniat mengutarakan perasaanku pada Athan. Siang itu, aku berbenah diri setidaknya terlihat lebih rapi dari biasanya. Aku bergegas menuju rumah Athan, begitu aku keluar dari rumah, aku sudah melihat ada sebuah mobil sedan terparkir di depan rumah Athan. Setelah mobil itu berhenti dengan sempurna, terlihat seorang gadis cantik sebaya denganku keluar dari mobil itu bersama kedua orang tuanya dengan pakaian rapi tertata. Dan setelah ku kenali lagi wajahnya, aku baru menyadari bahwa ia adalah Cindy, temanku dan Athan semasa sekolah dasar. Ia terlihat makin cantik, langsung saja aku menghampiri dan menyapanya dan ia sambut pula dengan pelukan hangat yang sepertinya ia tak lupa denganku. Aku berbasa-basi menanyakan kabarnya hingga aku bertanya ada tujuan apa ia datang kemari, ternyata ia ingin berkunjung ke rumah Athan, entahlah ada urusan apa tapi ia segera memasuki rumah Athan bersama kedua orang tuanya. Aku pun mengurungkan niatku untuk ke rumah Athan lewat pintu depan karena sedang ada tamu, jadilah aku kerumah Athan lewat pintu belakang yang memang terbuka, langsung saja aku masuk dan nampak tante Nita yaitu Mama Athan sedang membuatkan minum untuk tamunya di depan. Dengan wajah ceria aku masuk lewat pintu belakang dan menyapa tante Nita untuk sekedar basa basi.
“Siang tante.”
“Eh Nat, ngagetin aja deh kamu.”
“Hehe maaf tan. Tante lagi ngapain sih? Bikin minuman ya? Aku bantuin ya?”
“Iya udah tau masih juga nanya kamu ini Nat. Gak usah deh.”
“Yaelah nanya doang kok tan. Oh iya, Athan mana sih tante? Kok gak keliatan?”
“Ada tuh di depan lagi nerima tamu sama papahnya.” Ucap tante Nita sambil membuatkan minum tanpa memalingkan wajahnya kearah Nata.
“Oh. Itu tamunya Cindy sama mama papa nya kan? Ngapain mereka kesini tan?”
“Iya itu emang Cindy, loh emang kamu gak tau?”
“Tau apaan?”
“Duh emang Athan gak ngasih tau kamu?”
Nata hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil memanyunkan bibirnya.
“Athan itu mau dijodohin sama Cindy. Nanti kalo udah lulus kuliah juga mereka bakal kawin.”
“Apa? Athan dijodohin sama Cindy?” tanyaku mengulang untuk memastikan apa yang dengar itu tak salah.
“Iya. Udah dulu ya tante mau nganterin minuman ini ke depan dulu gak enak sama tamu udah nunggu lama. Kamu kalo mau ketemu Athan nanti deh ya tante bilangin ke dia kalo kamu nyariin dia. Oke?” ucap tante Nita lalu pergi meninggalkan Nata yang masih shock.
Nata pun hanya terdiam tak menyangka bahwa hal itu terjadi dan langsung saja aku pergi berlari menuju ayunan yang biasa aku dan Athan sebut sebagai Ayunan Persahabatan. Nata menangis mengeluarkan semua rasa sakit hatinya, terasa sesak memang saat mengetahuinya, belum lagi ia tau hal tersebut disaat dirinya sedang ingin mengungkapkan perasaannya pada Athan. Nata terus menangis hingga dandanan yang tadinya rapi kini jadi berantakan karena air mata itu. Tak lama setelah Cindy dan keluarganya pulang, Athan menghampiriku di ayunan. Ia lalu duduk di sebelahku dan sepertinya ia melihat aku sedang menangis, dengan cepat aku menghapus airmata yang jatuh di pipiku karena aku tak mau ia melihatku sedang menangis.
“Heh Nat, lo tadi nyariin gue ya? Ada apa?”
“Enggak papa kok.” Ucap Nata sambil menghapus airmata nya seolah tak ingin memandang ke arah Athan yang sedang duduk di sebelahnya.
“Ah pasti lo bohong, mana mungkin elo manggil gue tapi gak papa. Terus lo kenapa nangis?”
“Enggak, gue gak nangis.” Ucapku berbohong.
“Gak usah bohong deh Nat. Gue kenal lo udah dari kecil, gue tau kalo lo lagi nangis, lo pasti ada masalah kan? Cerita dong ke gue!”
“Gue gak papa Than. Lagian lo ngapain disini? Kok gak nemenin Cindy didalam?”
“Dia udah pulang tadi, terus kata mama tadi lo nyariin gue yaudah gue buru-buru kesini.”
“Oh. Selamat ya atas perjodohan lo sama Cindy, semoga langgeng.” Kata Nata sambil menyembunyikan sedihnya dibalik senyum palsunya.
“Haha iya-iya thanks. Tapi lo tau itu darimana? Kan gue belum ngasih tau ke elo.”
“Mama lo tadi bilang ke gue.”
“Oh pantesan, emang ya nyokap itu ember banget padahal baru aja gue mau ngasih tau lo eh malah udah keduluan sama nyokap.”
Nata hanya terdiam mendengarkan ocehan Athan.
“Eh Nat, jadi lo tadi nangis kenapa? Gara-gara lo tau kalo gue mau dijodohin?”
“Enggak. Udah ah gak usah dibahas lagi, males gue.”
“Ya udah deh daripada lo sedih, mendingan kita jalan-jalan sambil nyari perlengkapan buat MOS besok. Gimana?”
Belum saja aku menjawab tapi Athan langsung menarik tanganku untuk masuk ke dalam mobilnya. Mau tidak mau aku pun ikut saja kemauannya.
Keesokan paginya, Athan menjemput ke rumahku dan ia memanggil-manggilku karena takut terlambat dan taxi nya pun sudah menunggu di luar.
“Duh sabar dikit dong Than. Lo gak liat nih iketan dirambut gue ada berapa? Ada 17 tau sesuai tanggal lahir makanya repot tau.” Ucap Nata sedikit kesal karena Athan yang tidak sabar.
“Ya udah buruan itu taksinya udah nunggu dari tadi.” Lanjut marah Athan.
“Iya-iya. Aku berangkat mah pah, assalamualaikum.”
Aku dan Athan langsung pergi ke kampus untuk MOS hari pertama. Kami berdua memilih untuk naik taxi karena bakal repot nanti kalau kami bawa kendaraan sendiri, belum sempat aku dan Athan sarapan pagi karena terburu-buru takut terlambat, jadilah kami sarapan berdua dengan roti sandwich bikinan mama Nata yang kami bagi dua dan kami makan di dalam taxi. Sesampainya disana, semuanya memang sudah terlihat bersiap untuk baris upacara pembukaan MOS hari pertama. Aku dan Athan segera berlari menuju barisan paling belakang saat itu. Setelah upacara selesai, barulah MOS dimulai. Tampang-tampang muka senior itu nyeremin sumpah, mereka itu kayaknya seneng banget nge-bully juniornya. Begitu pertama kami disuruh baris, aku sudah melihat ada seorang lelaki yang sedari tadi memang memperhatikanku sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di kampus ini. Lelaki tersebut nyaris tak berkedip melihatku. Aku rasa lelaki itu juga senior di kampus ini tapi memang tak ikut nge-MOS dan hanya sengaja duduk-duduk di bangku bawah pohon besar itu, tempat yang biasanya digunakan oleh mahasiswa untuk belajar atau sekedar duduk-duduk. Senior yang sedang nge-MOS aku itu mengira aku sedang melamun dan tidak mendengarkannya berbicara, makanya aku disuruh keluar dari barisan dan disuruh untuk meminta tanda tangan pada seorang senior yang nampaknya sudah betul-betul senior di kampus. Dengan perasaan bedebar-debar aku mencoba menghampiri orang itu yang sedang mendengarkan musik sambil bersantai di bawah pohon.
“Permisi Kak,” sapa ku mencoba memanggilnya.
“Ngapain lo kesini? Anak-anak yang lain tuh pada baris sesuai jurusan masing-masing buat MOS. Lah elo ngapain?” jawab kakak senior itu judes.
“Iya tadinya aku emang ikut baris sama mereka tapi karena tadi aku ngelamun jadi aku disuruh keluar dari barisan terus disuruh minta tanda tangan kakak sebagai hukuman.”
“Tanda tangan? Enak aja lo! Siapa suruh lo ngelamun pas ospek?”
“Tapi kak, aku gak ngelamun. Ayolah kak Leon bagi tanda tangannya!”
“Baru jadi junior udah berani lagi manggil nama gue. Tau darimana loe nama gue?”
“Itu di jaket almamater kakak kan ada namanya, Leon Hadi Samantha.”
“Oh iya gue lupa ada tulisannya. Duh kenapa jadi gue yang bego sih.”
“Yaudah jadi sekarang kak Leon mau ngasih tanda tangan apa enggak?”
“Enggak! Enak aja lo ngomong. Lancang banget sih lo jadi anak baru. Belagu amat!” Kata Leon emosi lalu mendorong Nata hingga jatuh.
“Aww..” rintih Nata.
Dengan cepat, cowok yang tadi memperhatikan Nata dari kursi di bawah pohon itu langsung bergegas menghampiri Nata dan Leon berada. Athan pun yang menyaksikan kejadian itu sebenarnya tak tega melihat Nata terjatuh, namun ia tak bisa berbuat apa-apa karena dirinya sendiri pun sedang di hukum. Cowok tadi lah yang datang untuk menyelamatkan Nata.
“Hey, kamu kenapa? Mana yang sakit?” tanya cowok itu panik sendiri.
“Aww..” Nata hanya bisa merintih kesakitan pada bagian lutut kanan dan juga siku kanannya yang luka hingga berdarah. Cowok tadi justru memarahi senior yang bernama Leon tadi, yang mana ia adalah teman dari cowok tersebut.
“Heh Leon! Lo jangan kasar gitu dong sama cewek! Jangan lo pikir gue gak liat kejadiannya tadi, gue liat semuanya. Lagian dia kan cuma minta tanda tangan, kok lo malah ngedorong dia sampe jatuh sih? Loe gimana sih?” marah cowok itu pada Leon.
“Iya gue tau, tapi nyantai aja dong bro! Gue juga gak sengaja kali.”
“Gak sengaja kata lo? Jelas-jelas lo sengaja dorong dia masih juga ngeles lo. Loe tau sendiri kan peraturan saat MOS itu jangan sampai melukai mahasiswa baru. Loe gak sadar udah bikin dia luka sampe berdarah gitu? Itu tandanya loe ngelanggar peraturan. Atau lo mau gue laporin ke ketua panitia MOS biar loe dihukum sekalian?”
“Eh iya jangan dong bro, bisa habis gue kalo loe laporin ke ketua panitia. Please jangan yah!! Gue minta maaf deh.”
“Harusnya lo minta maaf sama dia bukan sama gue.”
“Iya, gue minta maaf ya dek tadi itu gak sengaja sumpah.”
“Iya kak, gapapa kok.”
“Yaudah jangan diulangi lagi, lo inget itu!”
“Iya-iya sorry.”
“Kamu gak papa? Aku obatin lukanya ya?” kata cowok itu baik terhadapku.
“Gak usah, cuma luka kecil kok nanti sembuh sendiri.”
“Gak boleh gitu, luka kayak gini kalo gak diobatin bisa infeksi. Udah deh nurut aja sama aku ya?” ucap cowok itu sedikit memaksa demi keselamatanku. Aku pun mengangguk. Cowok itu langsung menggendongku dan membawaku ke tempat duduk yang tadi ia duduki saat memperhatikanku.
“Maaf ya gak bisa bawa kamu ke UKS soalnya yang biasa bawa kuncinya belum datang jadi gak bisa masuk deh. Tapi kamu tenang aja, aku bakal ngobatin kamu kok.”
“Iya gapapa, makasih banyak ya kak.”
“Iya, kamu kok tadi malah diem aja sih dikasarin sama Leon?” kata cowok itu sambil mengeluarkan kotak P3K dari dalam tasnya dan segera mengobatiku.
“Ya iyalah, mana berani aku ngelawan senior. Oh iya, kakak kenapa sih baik banget sama aku? Terus aku liatin dari pertama aku dateng kayaknya kakak merhatiin aku terus ya? Hmm tapi ini bukannya aku kepedean ya, aku cuma pengen nanya aja apa yang aku lihat itu bener atau gak.”
“Hahaha kamu ini lucu ya, aku emang dari tadi ngelihatin kamu kali makanya pas aku lihat kamu digituin sama Leon aku buru-buru nolongin kamu.”
“Tapi apa alasan kakak ngelihatin aku? Emang ada yang aneh dari aku?”
“Enggak kok, aku suka aja ngelihat wajah kamu yang cantik dan manis itu gak ada bosen-bosennya tau.”
“Kakak ini bisa aja deh.” Ucapku tersipu malu.
“Haha iya dong. Oke lukanya udah beres.”
“Makasih ya kak.”
“Samasama. Oh iya, nama kamu siapa? Kuliah ngambil jurusan apa disini?”
“Aku Natasha Fahira, biasa dipanggil Nata. Jurusan hukum.”
“Oh nama kamu lucu ya, unik gitu haha.”
“Makasih haha. Oh iya, kakak sendiri?”
“Aku Adam, anak fakultas kedokteran sekarang semester 4.”
“Oh calon dokter ternyata, pantesan aja bisa ada kotak P3K gitu dalam tasnya.“
“Haha ya iyalah, bukan anak fakultas kedokteran dong namanya kalo kotak P3K aja gak ada dalam tasnya.”
“Hahaha iya-iya bener tuh.”
Setelah bercengkerama cukup lama, kak Adam justru mengajakku untuk menemaninya sarapan pagi di rumah makan dekat kampus. Awalnya, aku menolak karena MOS ku hari itu memang belum berakhir. Tapi kak Adam memaksa dan dia akan mengizinkanku kepada panitia MOS karena kondisi kaki dan tanganku yang masih sakit. Setelah itu, barulah kak Adam mengantarku pulang ke rumah dan sudah terlihat Athan menunggu di ayunan dan terlihat panik mencari keberadaanku. Begitu aku keluar dari mobil kak Adam dengan jalan sambil dituntun oleh kak Adam. Athan langsung menghampiriku dan terlihat begitu panik. Baru saja tiba, aku sudah disuguhi pertanyaan yang menumpuk dari Athan karena ia khawatir padaku. Aku menceritakan semuanya dari A-Z pada Athan, begitu ia mengerti lalu aku kenalkan kak Adam padanya, barulah kak Adam bisa pulang dengan tenang.
Setelah hampir seminggu aku kenal dengan kak Adam, aku dan dia sudah semakin dekat bahkan telah menjalin hubungan yang lebih serius, lebih tepatnya kami sudah berpacaran. Sepulang dari kampus setelah kak Adam menembakku dan kami telah jadian, orang pertama yang kutemui adalah Athan untuk memberikan kabar bahagia ini padanya.
“Athan!” panggilku sambil berlarian menuju tempatnya berada.
“Nat, ada yang mau gue bicarain sama lo.”
“Athan, lo harus tau. Gue… baru aja ditembak sama kak Adam dan sekarang kita pacaran. Gue seneng banget sumpah dan lo adalah orang pertama yang gue kasih tau. Rasanya tuh seneng banget, Than!” ucap Nata berbunga-bunga.
“Oh.. selamat ya.” Ucap Athan tiba-tiba mukanya memucat.
“Makasih. Pokoknya mulai sekarang lo gak perlu repot-repot anter jemput gue lagi ke kampus, ke toko buku, ke mall dan lo bisa bebas ngapain aja tanpa perlu harus gue ngerepotin lo terus.”
“Tapi gue seneng direpotin sama lo, Nat. ternyata gue terlambat, gue udah keduluan sama kak Adam. Padahal baru aja gue mau nyatain perasaan gue ke elo, Nat. sayangnya gue terlambat.”
“Than? Lo kok malah bengong sih? Lo seneng kan gue udah gak ngerepotin lo lagi? Yaudah pokoknya lo gak usah sedih ya, gue mau masuk rumah terus siap-siap ntar malem kak Adam mau ngajak gue jalan. Oke? Babay.” Dengan semangat 45 Nata segera masuk rumah dan bersiap. Sedangkan, Athan masih terpaku dalam diam diayunan yang sedari tadi terayun oleh angin, hingga malam itu tiba dan Athan masih betah terduduk disana meskipun harus melihat sahabat yang dicintainya pergi bersama orang lain. Hingga akhirnya, pemandangan seperti itu pun sangat amat biasa di mata Athan, meskipun sekarang Athan pun telah dijodohkan dengan Cindy dan akan segera menikah setelah mereka wisuda nanti.
Nata pun kini mulai terbiasa apabila melihat Athan bersama Cindy, perlahan Nata sudah bisa melupakan perasaannya pada Athan dan digantikan oleh kak Adam yang kini menjadi kekasihnya. Sebetulnya, aku dan Athan sama-sama saling tau isi hati kami yang sebenarnya bahwa kami pernah memendam perasaan cinta tersebut namun kami sadar bahwa kami takkan pernah bisa menyatu melebihi dari sahabat. Maka dari itulah, kami memutuskan untuk menjalani kehidupan kami masing-masing dengan pasangan yang kini telah singgah. Sejak saat itulah, kami tak pernah bermain lagi bersama, tak pernah duduk-duduk diayunan lagi bersama, seperti layaknya sahabat kecil sewaktu dulu. Kini, ayunan itu hanya sebuah pajangan dan seolah tak memiliki arti apa-apa. Tapi, selamanya ayunan itu akan terus menjadi saksi bisu kisah persahabatan dua orang yang takkan pernah menyatu oleh cinta seiring berjalannya waktu. Kini, setelah aku dan Athan wisuda. Athan dan keluarganya juga keluarga Cindy kini pindah ke Bali untuk melangsungkan acara pernikahan mereka dan tinggal untuk menetap disana, aku pun telah merencanakan pernikahan bersama kak Adam yang kini telah menjadi seorang dokter. Mungkin inilah yang namanya takdir, sahabat takkan pernah menjadi cinta. Apalagi atas perbedaan keyakinan diantara kami, Tuhan memang adil. Meskipun aku dan Athan tak dapat bersatu, tapi setidaknya kami dapat bahagia dengan orang-orang yang kami sayang dan selamanya aku dan Athan akan menjadi seorang sahabat.
Selesai.
Cerpen Karangan: Iyasa Nindya

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar