Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Cerpen - Besok Adalah Kesempatan


Hidup ini indah kalau dinikmatin baik-baik. Hehehe itulah semboyan hidupku, mungkin yang akan kubawah sampai aku mati nantinya. Belajar itu kewajiban, main itu hobby dan sukses itu tujuan hidupku. Entah darimana pikiran itu muncul dalam benakku, aku merasa bisnis adalah belahan jiwaku. Papaku adalah seorang pengusaha memang, dan mama adalah dokter. Punya keluarga yang bisa diandalkan tidak membuatku ingin membuang-buangkan harta kekayaan papa ataupun mama. Aku selalu berpikir kalau selama ini Tuhan hanya menitipkanku pada papa mama dan mungkin juga hanya keberuntungan saja aku bisa dititipkan pada orangtua yang seperti itu. Tapi aku tetap berterima kasih sedalam-dalamnya pada mereka. Luv u bonyok, hehehe
Sekarang aku sudah kelas tiga SMA, “udah mau kuliah nih mbah” kata tukang sate yang sering lewat di depan rumah. Emangnya aku udah setua itu sampai orangtua saja bisa manggil aku mbah-mbah. Aku berencana melanjutkan kuliah jurusan bisnis dan manajemen. Mungkin karena terlanjur cinta pada bisnis. Sekarang saja aku sudah punya sebuah tanah di pinggir pantai lombok yang surat-surat dan segala tetek bengeknya atas nama diriku “MIA MARIA MIRANDA”. Itu adalah kado ultah dari papa dan mama yang ke-17 tahun bulan juli lalu. Katanya karena aku memang tergila-gila pada pantai dan selalu bilang ke papa dan mama kayak gini “ma.. pa.. entar kalau aku udah gede, aku pengen bangun rumah di atas laut dekat pantai, terus pengennya ada dua restoran di samping kiri-kanannya, terus pengen satu hotel juga di pinggir pantainya, terus pengen bangun pondok-pondok kecil dekat situ, seru kan…” kataku waktu masih kelas satu SMA. Dan papa memang sudah bangunin aku rumah yang aku jelasin tadi dengan syarat rumah desain sendiri, dan aku pakai sistim ngutang katanya. Entar kalau aku sudah sukses aku ganti kata papa.
Aku memang anak yang manja walaupun bukan satu-satunya dan bukan yang terakhir pula, namun aku adalah anak perempuan satu-satunya dari lima bersaudara dengan tiga kakak dan satu adik yang semua punya lebel “NGESELIN” di jidat masing-masing (cuman aku yang bisa lihat). Kalau dipikir dari profesi mama, gak bakalan mungkin aku punya empat saudara, secara mama kan dokter, tapi ya gitulah katanya biar ramai. Yang sekarang bukan Cuma ramai tapi gaduh gila.
“selamat malam tante..”. aku mendengar suara laki-laki kesayanganku menyapa mama yang ada di ruang TV. “malam ndra, nyari mia ya? Lagi mandi tadi katanya, duduk aja dulu”. “iya tante” jawab indra sopan. Indra adalah pacarku yang beda usianya empat tahun dariku. Ketuaan ya? Tapi yang namanya cinta ya gitu deh. Aku pacaran dengannya sejak tiga tahun yang lalu, kakak keduaku yang mengenalkannya. Papa dan mama memang kenal dengan orangtua indra. Makannya mereka setuju lebih dari aku, katanya dia gak bakalan matre karena bonyoknya juga kebanyakan duit. Lagi-lagi duit yang diomongin. “hai ndra, brangkat yuk”. Aku menarik tangan indra dan pamit pada mama dan gak pada papa karena papa lagi keluar negeri.
Ternyata indra mengajakku makan di restoran seafood yang memang adalah tempat favoritku. Eh ralat… keluargaku maksudnya. “ia sayang, minggu depan ujian ya?” sudah tau nanya dasar gila. “iya lah, emang kenapa? Aku udah mau kuliah loh, tapi kamu udah mau lulus, ga asik ahhh” kataku sok manja yang membuatnya sedikit terkekeh. “iya udah mau nyelesain skripsi kok bulan depan”. “ya… lanjutin deh. Terus mau kerja dimanan?”. “ya kerja di laboratorium dong, kan sesuai jurusan, masa kerja di pantai kaya kamu”. Refleks aku mencubit lengannya “ihh.. rese..”. walau kutahu cubitanku tak sakit, tapi dia tetap menghargainya dengan mengaduh kesakitan, maksa banget sih. “jadi rencana kuliahnya dimana?” pertanyaan konyol pikirku. “ya di lombok dong, rumahku kan udah disana”. “jauh banget dong ya, gimana kalau aku nanti kesana seminggu sekali aja?” gila kali mau datang seminggu sekali, datang sebulan sekali aja udah terhitung keseringan menurutku. “buang-buang duit banget deh, setahun sekali aja kenapa sih? Aku kan juga mau balik sama ortu. Jangan-jangan takut ya? Ayo ngaku!”. Aku mencolek pinggangnya jail “perasaan gak enak aja ngelepasin anak ingusan di pulau yang belum terjamin keamanannya”. “ihh.. kan udah ada beberapa satpam sama penjaga rumah disana, gitu aja rempong”. “siapa tau aja”. Aku mengangkat alis dan memainkannya, karena aku tahu dia akan salting dengan tatapan maut anak SMA, hehehe.
Selesai makan kami masih pergi keliling kota, karena tadi keluarnya kan masih sore. Dia memberiku sebuah minuman gelas yang katanya gosok-gosok dapat duit itu loh, aneh-aneh aja iklannya. Walaupun aneh aku tetap saja menggosok hologram di permukaan gelasnya dan … “tereng… sejuta nih ndra” aku menunjukan permukaan gelas tersebut yang kuyakin tulisannya “COBA LAGI”. Wajah indra langsung bengong kayak kesambet setan. “mia.. itu semiliar bukan sejuta”. Aku bengong lalu melihatnya kembali “semiliar? Buset… nukernya dimana nih”. “tanya supermarket tadi aja”. Dan akhirnya semiliar bisa masuk ke rekeningku, gak gampang sih. Ada prosedur-prosedur yang harus diikutin dan telah mengeluarkan uang dari sakuku sebanyak sejuta kali nyampe. Dan lamanya bukan kepalang, tiga bulan bo… tapi mendadak kaya nih.
Dua tahun kemudian, akhirnya aku membangun dua restoran yang kuidam-idamkan selama ini di lombok. Tentunya dengan bantuan minuman gosok-gosok itu bersama papa dan support dari mama dan sudara-sudaraku. Sambil kuliah bisnis aku juga sudah jago bisnis loh. Dua tahun setelah pembangunan restoran selesai, aku bisa membangun hotelku sendiri. Amazing… kata adi adikku yang baru masuk SMA. Bisnisku lancar-lancar saja karena aku punya beberapa pelanggan tetap dan setiap liburan mama dan papa selalu mengenalkan tempatku pada teman-temannya dari dalam negeri sampai luar negeri juga. Tak lupa juga sudara-sudara yang mempromosikannya pada rekan-rekan mereka. Dan yang paling heboh itu ya adi adikku yang paling kecil. Udah di sekolah, di dunia maya, dia selalu promosiin tempatku yang kuberi nama “Mia’s Dream”.
Hari ini Indra datang kesini. Sudah setahun aku tak bertemu dengannya, karena setahun yang lalu aku yang balik ke jakarta dan dia tak pernah datang ke tempatku lagi setelah aku ke jakarta waktu itu. Padahal aku ingin menjemputnya di bandara siang ini, tapi karena aku ada kuliah hari ini semua keinginanku hanya tertahan. Sangat sulit punya pacar yang sangat sibuk dan sangat susah untuk bertemu. Dia hanya punya dua kali libur dalam setahun, itu pun kalau tak ada kerjaan tambahan. Kadang aku mulai bimbang dengan perasaanku sendiri, apakah aku akan bertahan dengannya?
Setelah pulang kuliah, aku langsung pulang ke rumah, karena aku yakin indra sudah ada di rumah. Dan benar tebakanku, dia sedang duduk-duduk di ruang tamu sambil nonton. “indra…” aku berlari dan langsung dalam posisi di atas punggungnya yang kuyakin tidak mengalami osteoporosis. “sudah pulang ya? Capek gak?” lagi-lagi pertanyaan konyol, ya iya lah udah pulang, ya capek juga, gila aja kali ya! Jarak dari sini ke kampus gak deket kali, nyetir sendiri pula, batinku ngomel-ngomel. Dan aku hanya menjawab dengan agkat-angkat alis mata, itu kebiasaan dan wajib. “makan gi.. aku tadi udah makan duluan. Abis itu temenin jalan-jalan ya?”. “sip bos” dengan gaya-gaya sok militer banget aku mengacungkan dua jempolku dan gak sadar jari jempol kakiku juga mengacungkan dirinya dibalik sepatu.
Jalan-jalan dengan indra adalah hal yang paling aku sukai sekarang ini. Walaupun dia sudah bisa dibilang terlalu dewasa untukku, aku merasa dia bisa mengerti yang aku mau. Namun sifatnya yang terlalu cemburuan yang membuatku malas. Aku sudah beberapa kali break dengannya hanya karena masalah dia cemburu dengan teman-teman laki-lakiku, padahal dialah yang selalu dikelilingi oleh wanita yang lebih cantik dariku melihat diriku yang kacau beuts kata mama yang waktu itu ketularan adi. Sore yang begitu indah, aku duduk dengannya di pinggir pantai. Menikmati angin sepoi-sepoi yang membawaku ke dalam khayalan yang jauh ke masa depan yang indah bersama orang yang mungkin akan menjadi pendamping hidupku nanti, namun anehnya, setiap kali membayangkan laki-laki yang mendampingiku suatu saat nanti, aku tak pernah membayangkan wajah indra di dalamnya. Tapi aku selalu berpikir positif bahwa itu kan hanya khayalan yang tak perlu dipikirkan.
Aku melihat indra sedang asik berenang dari pinggir pantai. Dia bahagia? Ya kelihatannya seperti itu. Kemudian dia menghampiriku yang dan duduk di sebelahku, “foto yuk.. kenang-kenangan” katanya kemudian. “yuk..” aku mengambil kamera dan aku juga yang foto. Dan aku dapat ide brilian yang mungkin akan dianggapnya kekanak-kanakkan “ndra gini deh, aku naruh pasir di dada kamu, terus aku mau nulis MIA” kataku sambil mempraktekan yang kukatakan. “ihh norak banget sih.. kaya anak TK aja”. Aku menatapnya dengan tatapan memelasku yang paling ampuh dan dia menyerah “oke.. oke.. foto deh, foto bareng atau sendirian nih?”. Senyumku langsung cerah seketika “sendirian dulu deh, terus baru sama-sama”. Akhirnya dia mau mengikuti yang kukatakan, dari akar sampai tunas baru.
Selesai dia berenang, aku berjalan dengannya dan buukkk. Seseorang menabrakku, badannya yang kuyakin pasti bidang sama seperti indra. Kulihat wajahnya dengan seksama, oh member disini. Aku sering melihatnya dengan teman-temannya. “sorry mba mia, sorry ya” katanya sopan yang sepertinya sudah mengenalku. “kalau jalan hati-hati ya, kalau dianya jatuh gimana?”. Aku segera mengajak indra pergi karena kuyakin indra akan marah-marah dan kulihat laki-laki itu tersenyum ramah padaku. “indra ihh, gak usah sewot gitu napa.. kan gak kenapa-kenapa juga”. “ya kan supaya dianya hati-hati, gimana kalau yang ditabrak nenek-nenek?” aku tersenyum melihatnya yang terlihat menahan tawanya. Indra.. indra.. lucu banget.
Selama indra disini, dia tinggal di hotelku karena tak wajar kalau ada anak laki-laki dan perempuan yang belum menikah tinggal serumah. Ditambah lagi pembantu-pembantu dan penjaga rumah pasti akan lapor ke papa. Walaupun mereka berstatus bekerja denganku, mereka telah diajarkan hanya akan patuh ke orangtuaku bukan ke aku.
Masih pagi-pagi buta aku sudah jalan-jalan pagi. Biasa cari inspirasi buat bisnis baru. Indra sudah kutelepon sebanyak bintang tapi tetap gak bangun. Bintang kalau lagi subuh indah banget ya, ditambah suara ombak yang mengalun seperti mengikuti irama angin yang begitu menusuk sampai ke tulang. Sedang asik-asik menghayal, seseorang menepuk pundakku. “orang yang kemarin ya?”. “iya.. kenalin gue ka”. aku heran mendengar namanya “ka? u’re name is KA? K.A? serius?”. “iya.. my name is ka.. lo mia kan? Yang punya ini” katanya sambil nunjuk-nunjuk sekeliling. “ya gitu deh” kataku tak mau terlihat sombong. “ngapain nih subuh-subuh udah jalan?” Tanyaku melihatnya sedang diam. “nyari angin kok, emang tiap hari kaya gini juga”. “oh.. member disini kan?”. “ya sama temen-temen juga”. “mau lihat-lihat gak? Gratis deh”. “boleh” katanya menyetujui penawaranku.
Tiga hari setelah mengenal ka, aku merasa dia bisa jadi teman yang baik untukku. Dan seperti yang kuduga-duga, indra pasti cemburu lagi. Buktinya pagi-pagi dia udah sms aku buat ketemuan, gak kayak biasanya. Saat hendak ketemu indra, ehh sih ka muncul, darurat banget tau gak. “ini ya yang selama ini lo lakuin?” suara indra meninggi, gak biasanya dia bicara pake logue-logue kayak itu. “apaan sih ndra, gak ngerti deh”. “gak usah pura-pura gak tau dan gak ngerti. Gue gak pernah sekalipun ngehianatin lo! Semua cewek gue tolak demi lo, dan ini yang gue dapetin. Sial!!”. Aku malu, selama ini kan aku gak ada apa-apa sama ka. Aku yang memang pada dasarnya manja, gak bisa ngomong apa-apa dan langsung nangis. Indra pergi gitu aja. Tinggallah aku dan ka yang membujukku disini. “mia jangan nangis dong, entar bilangin deh yang sebenarnya”. Aku pergi meninggalkannya dengan kata-kata yang mungkin agak menyakitkan “semua gara-gara lo”.
Aku menyesal, mungkin aku terlalu dekat dengan ka sampai dia begitu marah padaku. Dia memang pencemburu, sudah tau begitu masih juga kupancing amarahnya. Aku sudah berusaha meneleponnya, mengsmsnya berulang kali, namun dia hanya membalas “Kita break dulu”. kalau memang marah putusin aja aku, dasar pengecut. Dan akhirnya kubalas “break lagi? Boseen!”. Entah keberapa kalinya dia bilang break padaku, saking seringnya aku sampai muak mendengarnya.
Indra lenyap dari lombok, dia meninggalkanku dengan status break yang dia berikan padaku. Empat tahun sudah berlalu dan aku sudah selesai kuliah. Sampai detik ini aku masih tak percaya dia meninggalkanku karena hal sekecil ini. Dia memang egois, tapi aku mencintainya. Foto-fotonya masih tertata rapi di kamarku. Yang pasti aku masih menunggu kepastian darinya, lanjut atau putus. Sejak dia pergi, nomornya tak pernah aktif, dan sosial media pun tak dapat membuatku bisa berkomunikasi dengannya. Kakakku saja yang memang teman sekantornya tak pernah memberiku informasi. Aku masih dekat dengan Ka, sudah sering aku mendengar dia menyatakan cintanya padaku dan aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman. Dia sekarang bekerja sebagai arsitek, dan dia seangkatan denganku.
Liburan datang lagi, dan seperti biasa, aku selalu menantinya dari tempat kerja di dalam rumahku yang dominan kaca. Mungkin suatu hari nanti dia akan datang padaku dan meminta maaf padaku atas semua kesalahan yang terjadi dulu. Namun sureprise kali ini beda. Mama, papa, adit, boy, gino dan adi datang mengunjungiku. Membuat rumah apungku bertambah berat. Katanya mereka rindu padaku, karena beberapa kali liburan mereka menghabiskannya di luar negeri tanpaku. Rame banget tahu gak, secara kakak-kakakku udah pada nikah dan udah punya anak-anak lagi. Tinggal aku dan adi yang belum, dan akunya udah didesak-desak buat nikah. Mama takut kalau aku keasikan kerja, aku gak bakal peduli tuh sama yang namanya nikah. Mama gak ngerti sih aku lagi nunggu. Akhirnya aku kenalin ka sama seluruh keluarga yang datang, malu sih, tapi apa boleh buat daripada didesak-desak gak jelas. Dan komentar mereka bagus-bagus tentang ka. Sampai ka pulang pun aku masih jadi bahan ledekkan. “pacar kamu ganteng banget ya?” kata mama memulai babak pertempuran. “boleh juga tuh calon suami” papa mulai menyerang. “ngalahin aku deh kayanya” kata adit. “arsitek tuh, bangun rumah baru bisa kali ya?” komentar gino. “gak sopan lo gin, gue dulu kali yang komen.. tapi lebih ganteng gue kan?” nih sih rese mulai ngomong. “mana jago tinju sama gue?” si kecil mulai nyerocos. Aku hanya bengong-bengong, dasar keluarga marsupilami alias aneh.
Duduk-duduk di ruang pribadi itu asik ya? Bisa ngelamun sepuas-puasnya. Aku mulai sadar selama ini aku hanya membuang-buang waktu untuk memikirkan indra yang tak jelas. Semenjak tadi malam aku mulai berpikir untuk membuka hatiku pada orang lain. Mendengar apa yang dikatakan oleh boy aku mulai sadar. “yaaa… kamu harus berani mengambil keputusan, ngapain mengharapkan orang yang jelas-jelas meninggalkanmu dan menyia-nyiakan orang yang selalu ada untukmu? Gue yakin itu jalan Tuhan buat nunjukin ke kamu kalau masih ada hal-hal kecil yang perlu kamu percaya. Hidup kamu masih panjang! Ngapain cape-cape nungguin indra? Gak fungsi banget tau!”.
Aku mengambil handphoneku dan kuketik SMS untuk ka “ka.. kenapa harus aku? Di dunia ini emang Cuma ada aku ya?”. Tidak sampai semenit dia membalas “mia.. kenapa lagi? Ada problem? Indra?”. Aku heran kenapa ka selalu tenang-tenang saja kalau aku memikirkan indra, aku bercerita tentang indra, dia selalu mendengarkan dengan baik. Aku rindu pada indra dia selalu siap menemani. Apakah ini yang disebut cinta sejati?. Kubalas smsnya “kamu mau ngasih aku kesempatan? Aku ingin mencoba untuk mencintaimu, boleh kah?”. “apapun untukmu ya..”
Cinta itu berjalan seiring berjalannya waktu. Waktu kita bersama, di saat bersama itu bisa membuat kita bahagia. Mungkin itu benar.. karena aku sudah mulai mencintai ka, orang yang selalu bersama-sama denganku bukan hanya saat aku senang, namun ada di saat aku butuh sandaran yang bisa menopangku hingga aku bisa lagi berdiri tegak. Tapi aku masih membutuhkan satu hal, yaitu kepastian indra, itu selalu membuatku bimbang.
Semua kebimbanganku hilang saat aku jalan dengan ka siang itu. Aku sedang asik-asik duduk di restoran, dan anak kecil kira-kira lima tahun menghampiriku. “kakak.. kakak yang punya rumah disitu ya?” anak itu bertanya dengan wajah yang ceria. “iya.. memang siapa yang ngasih tahu kamu sayang?” aku melirik ka yang tersenyum melihatku. “kakak kan adiknya om boy, om boy kan papanya temen sekelas aku”. “oh.. iya?”. Anak kecil yang kulihat seperti peri kecil itu mengangguk. “va.. reva.. sini sayang”. Mungkin ibunya memanggil anak tersebut, dan kulihat sekilas. Wanita itu pasti bersama suaminya. “mama.. ini kak mia..”. anak kecil itu mengenalkanku pada ibunya “Rose.. ini suami saya..”. Aku melihat wajahnya dan membawaku ke dalam masa lalu lima tahun silam, saat aku bahagia bersama orang yang kucintai. “indra.. apa kabar iaaa?”. Suaranya masih sama, panggilannya juga masih sama. Tapi aku cukup tau diri dan mengenalkan ka padanya “oh baik kok. ini ka, calon suami saya” kataku sopan. Semua kebimbanganku lenyap dan aku menyesal kenapa tidak dari dulu aku menerima ka.
Aku berjalan dan mungkin ka sadar aku bengong “mia.. aku rela kok kamu memilih jalanmu sendiri. Seandainya tadi kau meminta kepastian, aku siap menerimanya. Mungkin kau bisa bahagia jika bersama dengan orang yang benar-benar kau cintai, dan jika itu bukan aku, aku siap”. Aku menatapnya dan kupeluk erat-erat tubuhnya. Aku tak tau harus bilang apa lagi, tapi sungguh aku mencintainya, ketulusannya, kepolosannya, kejujuran hatinya, kerendahannya, aku cinta semua yang ada pada dirinya. “seandainya aku bisa memilih kembali, aku akan tetap memilihmu, karena kemarin tidak akan kembali, hari ini hanya sekali, tetapi besok adalah suatu kesempatan. Dan kau kuanggap sebagai besok hari yang adalah kesempatan dari Tuhan untuk memperbaiki hidupku. I love you so much ka, i’m really really love you now and ever”. Ka membalas kata-kataku dengan senyuman yang paling manis yang pernah kulihat di dunia ini. Percayalah.. setiap ada kata akhiran, pasti ada awal yang baru. Jadi jangan takut untuk memulai sesuatu.
Cerpen Karangan: Sherly Yulvickhe Sompa

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar