Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Cerpen - All About Loving Someone

Aku bukan lelah mencintaimu. Aku hanya takut melukai hati yang rapuh ini…
Aku melangkahkan kaki satu persatu keluar dari apartemen. Dengan menenteng sebuah tas berisi pakaian dan benda-benda pribadiku. Mungkin kepergianku tanpa pamit ini lebih layak di sebut sebagai kabur.
Ah, sial. Tiba-tiba saja hujan turun ketika aku telah keluar dari gedung apartemen. Seakan menguji keteguhan niatku untuk pergi.
Aku tak peduli. Aku membiarkan air hujan mengguyur tubuhku. Karena aku tak bisa kembali. Jikalau aku kembali dan kepergok laki-laki itu, ia pasti akan menertawakan kekonyolanku. Kau urung kabur karena hujan turun? Pasti ia akan meledekku seperti itu. Dan meledaklah tawa sinisnya. Tidak! Aku akan meneruskan langkah ini sesuai dengan rencana semula, batinku.
Aku berdiri berteduh dibawah atap halte bus seraya berdoa agar hujan segera reda, atau paling tidak bus yang ku tunggu segera tiba. Sehingga aku bisa secepatnya pergi dan tidak berubah pikiran.
Lima menit, sepuluh menit…
Berlalu sia-sia. Tak ada satupun dari kedua doaku yang terkabul. Sementara tubuhku sudah mulai menunjukkan gejala kedinginan. Menggigil…
Huh… Apa aku harus menyesal sekarang, padahal aku belum memulai apapun juga.
Dan aku mulai bosan untuk berkeluh kesah.
Namun wajahku terangkat manakala mataku menangkap sepasang ujung sepatu muncul dihadapanku.
Oh Tuhan! jeritku dalam hati.
Laki-laki itu telah berdiri dihadapanku dengan tubuh basah kuyup.
“Hans?” aku melongo menatap perawakan tubuhnya.
“Kau mau pergi meninggalkanku?” tanyanya mendesak.
Aku terpana. Namun tak berusaha untuk menjawab.
Ia tesenyum pahit.
“Kenapa?” tanya Hans cepat usai melihatku menundukkan wajah. “Apa kau sudah bosan hidup denganku, atau kau sudah berhenti mencintaiku?” cecarnya.
Bukan, bukan itu Hans, batinku berteriak. Tapi bibirku sama sekali tak bergerak. Kelu.
“Mey!” ia berteriak seraya mengguncang bahuku kencang.
“Hans…” aku merintih kesakitan. Kumohon jangan seperti ini…
“Kau tidak mencintaiku lagi?” desaknya seperti orang kerasukan.
Aku menggeleng.
“Aku mencintaimu Hans,” tandasku pelan. “Tapi aku…” kalimatku tergantung di ujung tenggorokan.
Hans menatapku tajam. Menunggu kalimatku berikutnya.
“Katakan Mey…” suruhnya.
“Aku… aku cemburu Hans,” ucapku terbata.
Hans melotot.
“Cemburu?” ulangnya. “Pada siapa?” desaknya tak sabar.
Aku menghela nafas berat sebelum mengutarakan isi hatiku.
“Setiap hari kau dikelilingi gadis-gadis yang sibuk meminta foto atau tanda tangan,” ucapku memulai curahan hatiku. “Mereka mengagumi ketampanan dan bakatmu. Bahkan mereka berani menyatakan cinta padamu. Aku tidak bisa untuk tidak cemburu, Hans. Aku takut kau akan meninggalkanku suatu saat nanti…”
Perlahan air mata bening meluncur bebas dari pelupuk mataku dan merembes ke pipiku. Aku tak kuasa menahan isak tangis kali ini. Padahal Hans sangat benci dengan tangis… Karena aku tampak seperti wanita rapuh dihadapannya. Dan Hans tidak suka itu.
Hans mengusap pipiku perlahan. Tangannya dingin saat menyentuh kulitku.
“Kau tahu aku tidak seperti itu, Mey,” ucapnya. “Aku bukan remaja belasan tahun yang dengan mudah berganti pasangan. Aku memang sibuk akhir-akhir ini, tapi aku sama sekali tidak berhenti mencintaimu…”
Laki-laki dihadapanku itu segera menarik tubuhku ke dalam dekapannya.
Aku tahu kau mencintaiku. Maaf jika aku pernah meragukan cinta itu, Hans…
Cerpen Karangan: Kartika Sari

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar