Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Cerpen - Kenapa Harus Gue?


Lamunan Rahma buyar ketika terdengar derit pintu kamarnya terbuka. Di lihatnya sahabatnya telah berdiri di depan pintu.
“Ngelamunin apa sih non?”
“Menurut lo?”
“Oh ya gue tau si cowok kaca mata ya?”
“Lagian nggak mungkin kan gue ngelamunin si Lulu walapun dia pake kaca mata juga”
“Sialan lo, emang menurut lo apa sih bagus nya si Putra itu?”
“Menurut gue apa pun yang ada di tubuh dia mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki bagus semua.”
“Termasuk kaca matanya?”
“Ya iya lah, justru kaca matanya itu yang buat gue makin suka sama dia.”
“Tapi gue lihat Putra lebih keren kalau nggak pake kaca mata.”
“Setiap orang kan punya penialaian sediri-sendiri, itu sih menurut lo?”
“Ya deh gue ngalah, gue tau lo kan cinta mati sama dia.”
“Terserah deh lo mau bilang apa cinta mati, cinta monyet, cinta lingkungan & cinta-cinta yang lainnya.”
“By the way, lo mau cerita apa sih nyuruh gue kesini?”
“Tentang si kaca mata?”
“Emang ada apa lagi dengan si kaca mata?”
“Bukan si kaca mata yang ada apa, tapi gue.”
“Lo kenapa, bukan nya lo baik-baik aja?”
“Perasan gue yang nggak baik, bom di hati gue rasanya sudah mau meledak. Gue bingung banget Vir, kalau gue nggak ungkapin perasaan gue ke dia gue nggak bakal pernah tau dia suka atau nggak sama gue. Tapi kalau gue ungkapin…”
“Kok diam, kenapa nggak loe lanjutin?”
“Lo tau lah Vir, pasti banyak resikonya. Menurut lo gimana baiknya?”
“Lo ungkapin aja dari pada ntar lo nyesel. Lagian kalau cinta kan harus diperjuangkan?”
“Maksud lo?”
“Siapa tau dia sudah nembak cewek lain duluan.”
“Bener juga, tapi gimana carranya? Lo tau gue kan, gue nggak bakal berani kalau ngomong langsung ke dia.”
“Sekarang jaman sudah canggih non, lewat telfon bisa, sms juga bisa”
“Kalau telfon sih sama aja ngomong langsung, sms banyak kalimat yang mau di ketik.”
“Ya udah pake surat aja!”
“Tapi…”
“Tapi kenapa lagi?”
“Gue takut Vir, pasti itu beresiko banget.”
“Ya udah terserah lo gimana baiknya. Apapun keputusan lo gue sebagai sahabat lo cuma bisa ngedukung lo dari belakang, gue harap itu terbaik buat lo. Udah sore ni, gue pulang ya?”
“Thank’s ya Vir”
“Kayak sama siapa aja pake bilang makasih.”
“ya nggak papa kan?”
“Iya sih, oh ya pikirin tu gimana baiknya biar nggak galau terus.”
“Sialan lo”
Pagi ini Rahma datang ke sekolah lebih awal dari biasanya. Sesuai dengan rencananya kemarin dan setelah semalaman suntuk dia menyelesaikan surat untuk Putra.
Rahma berlari kecil menuju kelas XI Ipa, sesampainya di depan pintu kelas di lihat teryata belum ada satu pun yang datang, kecuali dia. “Bagus lah sesuai dengan yang gue rencanakan” ujarnya. Rahma melangkah masuk ke dalam kelas, menuju ke sebuah meja no 2 di sudut sebelah kiri yang teryata itu meja si Putra.
Setelah meletakkan surat di laci meja Putra. Dua orang teman sekelasnya datang. Rahma benar-benar terkejut, ia takut kalau teman-temannya tau apa yang ia lakukan di kelas sepagi ini.
“Eh elo Rahma, tumben banget lo pagi-pagi udah ada di sekolah.”
“Iya ni, padahalkan si Rahma ratunya telat” timpal teman nya satu lagi.
Dengan senyum di paksa kan Rahma menjawab sekenanya saja.
“Eh iya ni. Gue juga lupa semalem gue mimpi apa ya kok bisa pergi sekolah sepagi ini.”
“Meyebalkan! kalau bukan karena cinta nggak mungkin gue pergi sepagi ini dan ketemu dua cewek nyebelin kayak mereka” gerutu Rahma dalam hati sambil melangkah meninggalkan kelas.
“Mending gue nongkrong di kantin sambil sarapan. Tapi ntar kalau Putra datang gue nggak tau. Oke gini aja gue cari sarapan sebentar ke kantin, terus langsung lari ke kelas lagi. Hem, emang pintar lo Rahma. Tapi kok gue kayak orang bego ya dari tadi ngomong sediri. Ah biarin, peduli amat” ujar nya sambil ngeloyor ke kantin.
Saat Rahma ke kantin, teryata Putra baru saja tiba. Sambil membawa sepotong roti Rahma kembali ke kelas, baru saja sampai di depan pintu kelas Rahma menghentikan lankah nya. Jantungnya berdetak kencang teryata dia melihat Putra memasukkan suratnya ke dalam tas. Rahma ingin melompat dan berteriak “yes… yes”, tapi seketika dia sadar nanti teman-temannya mengira dia gila dan Putra bisa tau. Mau di taruh di mana mukanya.
Siang itu di kantin.
“Vir, gue seneng banget Putra sudah nerima surat gue.”
“Yakin lo?”
“Iya dong, orang gue lihat sendiri waktu dia masukin surat gue ke dalam tas nya.”
“Bagus dong kalau gitu?”
“Iya sih, tapi gue nggak sabar nunggu balasan surat dari dia.”
“Lo sih di suruh nyatain langsung nggak mau.”
“Gengsi tau, Vir!”
“Tapi loe kan bisa langsung tau hasilnya”
“Lo fikir gue lagi ngerjain soal matematika gitu, yang kalau di cari langsung bisa ketemu hasilnya”
Teng.. teng… teng, bel telah berbunyi tanda waktu istirahat telah usai.
“Bel dah bunyi tu, lo masuk nggak?”
“Iya, gue juga denger. Bakso lo, udah lo bayar?”
“Belum, bayarin dulu ya?”
“Sialan lo, Vir”
Cerpen Karangan: Eki Widiyawati

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar