Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Cerpen - Berbeda Arah


Cahaya lampu taman berpijar menyinari rintik air hujan yang turun ke bumi. Endru bersama kekasihnya Aisyah terus berciuman di atas motor Ninja. Sementara cahaya kilat yang kian menerpa bumi tak sanggup mengusik Endru dan Aisyah yang terus saja menikmati indahnya cinta mereka.
“mungkinkah selamanya kita tetap bersama seperti saat begini. sementara kita sadar dan tahu resikonya. Ayahmu seorang Pendeta dan ayahku seorang ustad.. ini benar-benar gila Ndru..?” Aisyah mulai tak tahan dengan beban di hatinya yang kian menumpuk selama ini.
“cintalah yang berbicara sayang, cinta yang membuat kita satu tanpa alasan kenapa? Kita menjalani semuanya begitu saja Sampai kita sadar kita telah lupa caranya berpisah.” Endru sebisa mungkin mencoba merendam emosi dalam diri mereka, sementara hujan malam ini perlahan mulai hilang dalam kesunyian dalam saksi cinta yang begitu tulus tanpa syarat, rasa yang datang tanpa bisa dibendung, ditolak untuk pergi.
Laju motor Ninja kian menyusuri jalan yang terendam air. Aisyah pulang dengan basah kuyup sambil menutup pintu rumah kencang, jam dindingnya terus berputar menuju 19:25 wib. Ayahnya sedang sholat sementara ibunya terus memandang sebuah foto pada gelas kaca, dimana sebuah foto Aisyah yang sedang berciuman mesra dengan Endru. Sejenak Aisyah berhenti memandang ibunya dalam. ia merasa malu pada dirinya sendiri, ia tak menyangka Ibunya akan menemukan gelas bergambar foto mesranya bersama Endru. waktu ulangtahunnya yang ke-16 Endru memang memberi hadiah itu. Aisyah dan Ibunya saling terdiam lama seperti keheningan menjalar di sekeliling mereka. Aisyah merasa bodoh sekali membiarkan kamarnya terbuka.
Ibunya menaruh pelan gelas itu pada tempatnya dengan lemah, tergambar jelas rasa kecewa pada Aisyah putri cantiknya. “Maafkan aku bu..!” Aisyah memohon pada ibunya yang tak mampu bicara. Ibunya berjalan pelan sekali dan berlalu. Ayah Aisyah selesai sholat dan ia tahu, ia sadar betul apa yang terjadi. harusnya ia lebih ketat menjaga Aisyah. atau setidaknya melarang Aisyah berhubungan lagi dengan Endru. tapi ia tak bisa memarahi putri semata wayangnya. Sayangnya terlalu dalam pada Aisyah.
Semntara itu Endru tak tenang. Dari tadi ia membolak-balik bingkai foto di hadapannya. Ia mencari jalan untuk menjauh dari Aisyah. Semakin ia berpikir ia merasa semakin rindu pada sosok Aisyah.
Cinta telah menaruh sosok Aisyah di hatinya. Sosok lembut dengan jilbab merah muda itu sungguh cantik parasnya. maklum saja ayah Aisyah memang asli Arab dan ibunya manado.
Semakin hari cinta itu semakin kuat. Sosok Aisyah telah terpenjara di hati Endru, sementara sosok Endru telah terpenjara di hati Aisyah. meski mereka sadar ada sebuah medan yang menghalangi cinta mereka. Bukan orang pertama atau orang kedua tapi agama. Medan yang terlalu hebat untuk mereka singkirkan,
“teng.. nong… neng…” bunyi hp Endru berbunyi dan disana tertera Nama Aisyah. “klik..” “halo… halo… halo… Aisyah…” tak ada suara Aisyah. Hanya kesunyian yang melatunkan kehehingan panjang dan hp dimatikan.
Endru duduk menatap kaca jendela dan tiba-tiba hpnya kembali bergetar. Sebuah sms dari Aisyah masuk.
“kalau sayang.. aku lebih sayang, kalau cinta aku lebih cinta.. tapi mau seperti apa lagi hubungan kita. Aku tak mungkin menghianati agamaku.. keluargaku hanya untuk mu sayang..”
Endru membaca pesan itu dengan ribuan pertanyaan. ia sadar berulang kali di setiap pertengkaran mereka. Di setiap
Pertikaian mereka pasti masalah agama.
Aisyah selalu membuat kejutan dan selalu ingin menjadi wanita yang sempurna di mata Endru, hanya supaya kelak Endru mau mengikuti menjadi seorang mualaf. Sementara Endru pun demikian halnya. Setiap alasan di suasana romantisnya hanya untuk membuat Aisyah menjadi kristen.
Dua hal bertentangan, bagai langit dan bumi yang tak mungkin menyatu. dan kini cinta Aisyah dan Endru seperti magnet yang selalu tarik menarik. yang kuat yang bertahan. namun tenyata alasan cintalah yang membuat mereka membuang jauh-jauh rasa sesal itu. memendam sendiri setiap hasrat yang tak mungkin lagi di obati kecuali oleh rindu yang selalu memeluk tubuh erat dikala sepi datang dalam keheningan.
3 tahun berlalu Aisyah dan Endru semakin terikat dalam cinta yang semu dimana orang tua masing-masing sangat menentang hubungan ini.
Ayah Endru sangat marah. Tapiia coba mengerti apa yang tersembunyi dibalik kedua mata anaknya. Ia sadar Aisyah juga merasakan alasan yang sama dengan Endru,
semntara Orang tua Aisyah tak habis pikir setan apa yang menari-nari indah di otak anaknya sehingga Aisyah bisa jauh tenggelam di hari manis bersama Endru. Atau mungkin saja ini cinta sejati tanpa perbedaan. sungguh mereka ikut tenggelam dalam nuansa bening oleh air mata aisyah yang selalu berharap dan berharap Endru merubah keputusannya untuk bersamanya dalam suka maupun duka.
Endru berdiri menatap bayangan senja yang kian kuat menantangnya untuk tersenyum manis, namun tatapan dusta itu liar melukiskan segalanya. Betapa ia pun kini tak bisa jauh dari Aisyah.
4 tahun mereka saling mengenal dalam cinta yang kian membara sekarang terbawa arus cinta yang lain.
Aisyah dijodohkan dengan Anak Ustad. Pilihan yang sangat sulit bagi Aisyah karna ia sama sekali tak mencintai Jodohnya kini. Di setiap mimpinya di setiap doa malamnya. Di palung hatinya yang terdalam di situ hanya terlukis sebuah nama Endru.
Endru sangat sedih sekali, berkali-kali ia mer*kok dan batuk-batuk karena memang ia tak pernah mer*kok. Ia mencoba minuman keras yang tak pernah ia minum, yang terjadi justru ia muntah. Dan yang lebih parah dari itu adalah ketika ia mencoba meny*let pergelangan tangannya berkali-kali, namun ia sadar berkali-kali ia meny*let hanya darah segar yang menetes dari tangannya. Di hatinyan tetap saja sakit itu semakin liar menari dengan indahnya. semua karena Aisyah yang akan menikah dengan jodohnya minggu depan.
“cantik sekali kamu dengan gaun indah ini. Selamat menempuh hari baru ya sayang” ibu Aisyah berkata sambil terus membelai rambut aisyah. sementara Aisyah tak bergeming sedikitpun, ia seakan pasrah pada takdir. Ia menyalahkan dirinya. Ia menyalahkan Endru yang tak menghalangi pernikahan ini.
“tapi ya sudahlah semoga Endru menemukan seseorang yang lebih baik dariku. Tak akan ada aku lagi.. tak akan ada yang mengusik sepinya atau sekedar menggodanya kala hatinya sepi tak terobati.” batin Aisyah terus bergejolak
Aisyah terus saja menatap badut di pernikahannya. Badut itu berdiri tak jauh dari tempatnya. Badut dengan kostum beruang itu adalah Endru dan Aisyah sadar betul namun ia tak punya satu pilihan untuk bangun dan menyambut sosok itu. Badut itu membuka topengnya dan menaruh sebuah kado di dekat bunga-bunga yang berjejer dan berlalu.
Aisyah bangkit berlari menyambut badut itu. Tanpa malu ia memeluk dan mencium mesra Endru di depan semua orang.
“dasar bodoh.. kamu harus kuat ya? Ingatlah hari ini sayang dan hari-hari sebelum saat dimana hanya kamu dan aku. Namun kini tuhan telah menghadirkan tulang rusuk untuk ku. aku tak bisa menghindar dan berlalu selain mencoba menitipkan cintamu padanya. Buktikan suatu saat kau pun bahagia walau dengan yang lain. walau tak ada lagi aku disini.. di hatimu..”
Endru terdiam mencoba memaknai setiap kata yang tak mungkin di lupakannya. walau hanya dalam mimpi panjang. Terutama sosok yang memberinya banyak arti.
Cinta…
rasa sakit…
sepi…
senang…
gundah…
marah…
benci…
bosan…
muak…
kesal…
tersenyum…
keheningan…
cemburu dan kedamaian…
Untuknya selalu belajar cinta tak harus memiliki. Dan ia telah membutikan cintanya walau harus ada rasa sakit di hatinya kini.
Endru berlalu sendiri saat hujan yang turun mulai meninggalkan rintiknya dalamn kesunyian, sepi sendiri.
rasa yang sama. seperti dulu.
menapaki jalan-jalan yang penuh genangan air mencari secerca harapan di hari esok untuknya tetap menanti sosok seperti Aisyah mewarnai hari kelam ini.
Tamat
Cerpen Karangan: Alfred Pandie

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar