Semua mata tertuju padanya, karena ekspresinya berbeda dari yang lain. Saat semuanya sangat gembira dia hanya terdiam tak percaya, merasakan hal ini sama saja dengan bunuh diri menurutnya. Dia harus melakukan sesuatu. Sesuatu agar dia tak melihatnya. Ia memang gadis bodoh. Tak seharusnya dia berada di tempat ini.
Ia masih berdiri terdiam dan membatu. Dengan ekspresi datar, ia memegang gelas kaca kecil yang berisikan sirup melon kesukaannya tapi kenapa sekarang ia merasa tak ada nafsu untuk menikmatinya. Tangannya menggenggam gelas itu kencang hingga tak sadar ia mendengar suara retakan kaca. Ia memandang ke depan, kosong.
Suara retakan kaca mulai terdengar jelas. Lalu gelas yang di tangannya pecah berkeping-keping membuatnya menjadi perhatian seluruh orang di tempat itu, ia jadi bahan perhatian.
Suara retakan kaca mulai terdengar jelas. Lalu gelas yang di tangannya pecah berkeping-keping membuatnya menjadi perhatian seluruh orang di tempat itu, ia jadi bahan perhatian.
Gadis itu menundukan kepalanya poninya yang panjang menutupi kedua matanya yang indah. Hal itu bagus menurutnya agar tak ada seorang pun yang tau kalau dia sedang menangis, matanya menangkap bercak-bercak berwarna merah di gaun putih miliknya, tangannya berdarah. Tapi ia tak merasakannya. karena hatinya yang lebih merasa sakit.
Sekarang semua orang menjauhinya, menatapnya ngeri. Sekarang ia jadi pusat perhatian. Sekarang ia mencoba memberanikan diri. Melangkah dengan perlahan dan hati-hati, takut terluka lagi. Ia menghapus airmatanya. Meski terus tak ingin berhenti menangis, melupakan semua rasa sedih di hati.
Langkah pertama terasa berat olehnya, bagaikan ada puluhan ton batu yang menjerat kakinya. Ia melihat ke depan menampilkan matanya yang indah, semua orang terkesima termasuk seseorang yang sedang di tatapnya. Hatinya sakit, ia tak kuat, ia harus pergi dari tempat itu. Dadanya sesak, nafasnya terengah-engah, sakit..!.
Ia membalikan badannya mencoba untuk pergi namun seseorang menggapai tanggannya yang berdarah.
“ada apa denganmu..?” ucap seorang laki-laki yang menjadi alasannya untuk menangis, pergi, dan… Sakit. Ia hanya berdiri termenung membelakangi laki-laki bernama kevin itu. Membiarkan laki-laki itu memegang tangannya beberapa saat.
“tak ada..” jawab gadis itu ringan.
“pasti ada, jawablah sekarang yume, apa yang terjadi padamu, lihatlah tangan mu berdarah”
“kau tidak mengerti..” gadis bernama yume ini melepaskan genggaman kevin “lebih sakit disini” ucap yume menyentuh dadanya. Suara isakannya terdengar nyaring. “maaf, aku harus pergi” ucap yume langsung pergi.
“ada apa denganmu..?” ucap seorang laki-laki yang menjadi alasannya untuk menangis, pergi, dan… Sakit. Ia hanya berdiri termenung membelakangi laki-laki bernama kevin itu. Membiarkan laki-laki itu memegang tangannya beberapa saat.
“tak ada..” jawab gadis itu ringan.
“pasti ada, jawablah sekarang yume, apa yang terjadi padamu, lihatlah tangan mu berdarah”
“kau tidak mengerti..” gadis bernama yume ini melepaskan genggaman kevin “lebih sakit disini” ucap yume menyentuh dadanya. Suara isakannya terdengar nyaring. “maaf, aku harus pergi” ucap yume langsung pergi.
Kevin hanya berdiri, memandangi punggung gadis itu yang perlahan semakin menjauh, tiba-tiba hatinya terasa sakit.
“apakah kamu baik-baik saja?” ucap seorang wanita berbaju pengantin di sebelahnya sambil melihat bercak darah di tangan kevin.
“tidak, aku baik-baik saja” ucap kevin.
“baguslah, ayo kembali, masih banyak tamu yang mau salaman.” ucap wanita berbaju pengantin ini menggandeng kevin pergi dari tempat itu, tapi matanya masih lekat pada punggung gadis yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil.
Harusnya ia sadar, yume menyayanginya lebih dari sahabat. Tapi sepertinya dia terlambat. Kevin terambat, mungkin gadis itu membencinya, selamanya.
“apakah kamu baik-baik saja?” ucap seorang wanita berbaju pengantin di sebelahnya sambil melihat bercak darah di tangan kevin.
“tidak, aku baik-baik saja” ucap kevin.
“baguslah, ayo kembali, masih banyak tamu yang mau salaman.” ucap wanita berbaju pengantin ini menggandeng kevin pergi dari tempat itu, tapi matanya masih lekat pada punggung gadis yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil.
Harusnya ia sadar, yume menyayanginya lebih dari sahabat. Tapi sepertinya dia terlambat. Kevin terambat, mungkin gadis itu membencinya, selamanya.
Cerpen Karangan: Sahira Fara Nabila
0 komentar:
Posting Komentar