“Joshua… ini undangan untuk hari sabtu minggu depan. Datang ya..!” kata Clarissa, seraya memberikan kartu undangan kepada Joshua, teman sekelasku.
Clarissa adalah anak baru di sekolah kami, pindahan dari luar kota. Aku kagum dengan kepandaiannya bergaul. Baru beberapa hari saja di sekolah ini ia sudah terkenal dan mempunyai banyak teman. Termasuk dengan Joshua, yang sudah terlihat sangat akrab dengannya.
Setelah Clarissa berlalu, aku segera mendekati Joshua. “Undangan apaan sih, Josh? Clarissa ulang tahun ya?” tanyaku ingin tahu.
“Oh… bukan, Ver! Sabtu depan Clarissa mau konser piano,” Joshua menjelaskan sambil memberikan undangannya kepadaku. Aku segera membuka undangan itu, lalu membaca isinya. “Clarissa anak baru itu ternyata bisa main piano Juga ya?” tanyaku penasaran.
“I… iya! Nanti dia akan memainkan lagu ciptaannya sendiri. Hebat ya?” kata Joshua bersemangat. Ada rasa bangga terpancar di wajahnya.
Sementara saat itu ada rasa takut yang menyergap hatiku. Takut jangan-jangan… Joshua suka sama Clarissa, karena aku amati akhir-akhir ini mereka berdua sudah semakin akrab saja, dan aku jadi sedikit cemburu melihat kedekatan mereka…
Hmm… diam-diam sebenarnya aku Juga suka sama Joshua, cowok berkacamata minus itu. Ia sangat ramah, bersahaja, pintar, dan pandai bergaul.
“Sudah lama kenal Clarissa?” tanyaku menyelidik.
“Sudah!” jawab Joshua singkat sambil tersenyum.
“Kamu nanti nonton konsernya sama siapa, Josh?” tanyaku lagi.
“Belum tahu nih! Aku masih bingung. Hari sabtu depan, orangtuaku menghadiri undangan perkawinan,” jelas Joshua.
“Boleh nggak Josh… aku ikut nonton konsernya Clarissa?” tanyaku berharap.
“O… boleh… boleh! Kebetulan sekali Ver. Aku malah senang punya teman nonton. Kalau kamu mau ikut nanti aku jemput” kata Joshua semangat.
“Ok… aku tunggu ya! Oh iya, ini alamat rumahku, jalan Gandaria 1. Thanks, Joshua,” kataku seraya memberikan senyuman yang paling manis. “Sama-sama, Ver!” Joshua tersenyum. Aku jadi tidak sabar menunggu datangnya hari sabtu.
“Oh… bukan, Ver! Sabtu depan Clarissa mau konser piano,” Joshua menjelaskan sambil memberikan undangannya kepadaku. Aku segera membuka undangan itu, lalu membaca isinya. “Clarissa anak baru itu ternyata bisa main piano Juga ya?” tanyaku penasaran.
“I… iya! Nanti dia akan memainkan lagu ciptaannya sendiri. Hebat ya?” kata Joshua bersemangat. Ada rasa bangga terpancar di wajahnya.
Sementara saat itu ada rasa takut yang menyergap hatiku. Takut jangan-jangan… Joshua suka sama Clarissa, karena aku amati akhir-akhir ini mereka berdua sudah semakin akrab saja, dan aku jadi sedikit cemburu melihat kedekatan mereka…
Hmm… diam-diam sebenarnya aku Juga suka sama Joshua, cowok berkacamata minus itu. Ia sangat ramah, bersahaja, pintar, dan pandai bergaul.
“Sudah lama kenal Clarissa?” tanyaku menyelidik.
“Sudah!” jawab Joshua singkat sambil tersenyum.
“Kamu nanti nonton konsernya sama siapa, Josh?” tanyaku lagi.
“Belum tahu nih! Aku masih bingung. Hari sabtu depan, orangtuaku menghadiri undangan perkawinan,” jelas Joshua.
“Boleh nggak Josh… aku ikut nonton konsernya Clarissa?” tanyaku berharap.
“O… boleh… boleh! Kebetulan sekali Ver. Aku malah senang punya teman nonton. Kalau kamu mau ikut nanti aku jemput” kata Joshua semangat.
“Ok… aku tunggu ya! Oh iya, ini alamat rumahku, jalan Gandaria 1. Thanks, Joshua,” kataku seraya memberikan senyuman yang paling manis. “Sama-sama, Ver!” Joshua tersenyum. Aku jadi tidak sabar menunggu datangnya hari sabtu.
Aku pun minta izin pada mama dan papaku.
“Hari sabtu besok, Verin mau nonton konser piano, boleh kan Ma… Pa?”
“Sama siapa kamu pergi?” tanya mama.
“Nanti di jemput sama Joshua,” kataku berharap, tapi agak cemas karena khawatir tidak diperbolehkan.
“Joshua? Siapa dia? Mama belum pernah kenal tuh,” tanya mama sambil melirik papa dan tersenyum nakal.
“Teman sekelas Verin!” kataku.
“Teman… apa teman tapi mesra? Hahaha…!” mama meledekku, sampai aku sendiri tidak bisa berkata apa-apa.
“Hari sabtu besok, Verin mau nonton konser piano, boleh kan Ma… Pa?”
“Sama siapa kamu pergi?” tanya mama.
“Nanti di jemput sama Joshua,” kataku berharap, tapi agak cemas karena khawatir tidak diperbolehkan.
“Joshua? Siapa dia? Mama belum pernah kenal tuh,” tanya mama sambil melirik papa dan tersenyum nakal.
“Teman sekelas Verin!” kataku.
“Teman… apa teman tapi mesra? Hahaha…!” mama meledekku, sampai aku sendiri tidak bisa berkata apa-apa.
Hari sabtu, pukul 18.00, aku sudah bersiap-siap menunggu Joshua. Rambut yang biasa ku kucir, kini kubiarkan lepas terurai. Aku memakai celana panjang jeans, baju kaus, dan sepatu sendal berwarna pink.
Tak berapa lama, Joshua datang diantar sopir keluarganya. Penampilannya sangat keren dengan celana jeans dan kemeja kotak-kotak biru.
“Verina, emm.. ka… kamu ternyata beda lho, kalau kucirnya di lepas,” kata Joshua mengomentari penampilanku.
“Ah, beda apanya?” tanyaku penasaran.
“Kalau dilepas… jadi manis,” katanya lagi sambil tersipu.
Aku jadi salah tingkah, tapi dalam hati aku senang dipuji olehnya. Joshua lalu pamit pada kedua orangtuaku. “Permisi, om.. tante… kami pergi dulu,” katanya sopan.
“Hati-hati ya,” pesan papa.
Tak berapa lama, Joshua datang diantar sopir keluarganya. Penampilannya sangat keren dengan celana jeans dan kemeja kotak-kotak biru.
“Verina, emm.. ka… kamu ternyata beda lho, kalau kucirnya di lepas,” kata Joshua mengomentari penampilanku.
“Ah, beda apanya?” tanyaku penasaran.
“Kalau dilepas… jadi manis,” katanya lagi sambil tersipu.
Aku jadi salah tingkah, tapi dalam hati aku senang dipuji olehnya. Joshua lalu pamit pada kedua orangtuaku. “Permisi, om.. tante… kami pergi dulu,” katanya sopan.
“Hati-hati ya,” pesan papa.
Sampai di gedung konser, kami langsung masuk dan mencari tempat duduk. Pukul 19.00 konser dimulai. Clarissa mendapat giliran tampil nomor dua. Ia membawakan lagu Two Lovely Rabbit, lagu ciptaanya sendiri. Kulihat mata Joshua tidak berkedip menyaksikan penampilan dan permainan piano Clarissa. Aku sendiri pun terkagum-kagum dengan permainan pianonya.
“Ahh… seandainya aku bisa seperti Clarissa, pintar bermain piano, pasti Joshua Juga kagum padaku,” kataku dalam hati sambil melirik ke arahnya.
“Ahh… seandainya aku bisa seperti Clarissa, pintar bermain piano, pasti Joshua Juga kagum padaku,” kataku dalam hati sambil melirik ke arahnya.
Konser piano berlangsung kira-kira dua jam. Setelah konser itu berakhir, aku diajak Joshua untuk menemui Clarissa dan kedua orangtuanya.
“Selamat ya, Clarissa! Permainan pianomu tadi benar-benar bagus,” kata Joshua memuji sambil menyalaminya. Aku Juga ikut-ikutan menyalami Clarissa, sainganku!
“Hay, Joshua! Lho, mana mama papamu?” tanya mama nya Clarissa.
“Wah, mama papa tidak bisa datang, tante. Karena ada undangan perkawinan! Mama tadi hanya titip salam buat tante dan om,” kata Joshua sambil memberi salam pada kedua orangtua Clarissa.
“Kok Joshua sudah akrab ya dengan kedua orangtua Clarissa?” tanyaku penasaran dalam hati.
“Terus, Joshua sama siapa kesini?” tanya mama Clarissa.
“Oh iya, sama Verina, teman sekelas, Tante! Ver, kenalkan ini Tante Maya dan Om Yance, orangtua Clarissa. Tante Maya ini adalah kakak mamaku,” kata Joshua menjelaskan.
“Jadi… ? Joshua dan Clarissa itu ternyata saudara sepupu!” kataku dalam hati. Aku mengerti sekarang. Pantas, mereka berdua sangat akrab di sekolah. Aku merasa lega… ternyata Clarissa bukan sainganku! Berarti, aku masih punya kesempatan untuk lebih dekat lagi dengan Joshua. Aku jadi ingin segera belajar piano. Aku ingin seperti Clarissa, pintar main piano, supaya Joshua tambah kagum padaku, sebagaimana ia kagum saat pertama kali melihat rambut panjangku terurai.
“Selamat ya, Clarissa! Permainan pianomu tadi benar-benar bagus,” kata Joshua memuji sambil menyalaminya. Aku Juga ikut-ikutan menyalami Clarissa, sainganku!
“Hay, Joshua! Lho, mana mama papamu?” tanya mama nya Clarissa.
“Wah, mama papa tidak bisa datang, tante. Karena ada undangan perkawinan! Mama tadi hanya titip salam buat tante dan om,” kata Joshua sambil memberi salam pada kedua orangtua Clarissa.
“Kok Joshua sudah akrab ya dengan kedua orangtua Clarissa?” tanyaku penasaran dalam hati.
“Terus, Joshua sama siapa kesini?” tanya mama Clarissa.
“Oh iya, sama Verina, teman sekelas, Tante! Ver, kenalkan ini Tante Maya dan Om Yance, orangtua Clarissa. Tante Maya ini adalah kakak mamaku,” kata Joshua menjelaskan.
“Jadi… ? Joshua dan Clarissa itu ternyata saudara sepupu!” kataku dalam hati. Aku mengerti sekarang. Pantas, mereka berdua sangat akrab di sekolah. Aku merasa lega… ternyata Clarissa bukan sainganku! Berarti, aku masih punya kesempatan untuk lebih dekat lagi dengan Joshua. Aku jadi ingin segera belajar piano. Aku ingin seperti Clarissa, pintar main piano, supaya Joshua tambah kagum padaku, sebagaimana ia kagum saat pertama kali melihat rambut panjangku terurai.
Cerpen Karangan: Giselle Iona Rachel Tuelah
0 komentar:
Posting Komentar