Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Cerpen - Sepeda Kecilku


Hai, nama ku Octya Celline, kalian dapat memanggilku Selin atau Line. Sekarang aku berada di kelas X SMA Frater Don Bosco Banjarmasin. Dimasa SMP, sehari-harinya aku pergi ke sekolah menggunakan sepeda. Sepeda ku menjadi teman sejati yang selalu setia mengantarkan aku ke tempat mana pun yang ingin ku tuju. Masih teringat di benakku, saat pertama kalinya ibu membelikan sepeda baru buatku. Saat itu diriku masih berumur 7 tahun, ibu membelikan sepeda yang memiliki roda tambahan di sisi kiri dan kanan nya. Kalau diingat lagi, diriku saat berusia 7 tahun sangat gigih dalam belajar bersepeda. Saat pertama menaiki sepeda itu diriku merasa sangat takut, tetapi setelah kukayuh kedua pedalnya. Takut ku berangsur-angsur menghilang dan tergantikan dengan rasa gembira. Betapa bodohnya diriku saat itu, aku berpikir sudah mahir bersepeda. Padahal, sepeda itu bisa berjalan seimbang karena ada 2 roda kecil yang terpasang disisi kiri dan kanan nya. Aku menyombongkan kemahiran bersepedaku pada tetangga yang berada tepat di sebelah rumahku. Tanpa mengetahui bahwa sepeda yang mahir ku naiki adalah sepeda yang beroda 4, dia mempercayai semua cerita ku dan mengajakku untuk balapan sepeda dengannya. Aku dengan senang hati menerima tantangan itu.
Hari minggu pun tiba, saat nya untuk balapan dimulai. Dan saat aku mendorong sepeda ku keluar dari rumah, tetangga ku spontan tertawa terbahak-bahak. Aku bingung dan bertanya padanya “hei, mengapa kau tertawa? Apakah ada yang lucu?”. Dia menjawab dengan tertawa “hahaha, ku kira kau sangat cerdas hingga dapat mengendarai sepeda hanya dengan sekali latihan. Ternyata sepeda yang kau kendarai memiliki roda tambahan, hahaha”.
Aku masih tidak mengerti, dan malah semakin bingung. Aku kembali bertanya “memangnya kenapa? Bukankah semua sepeda seperti ini?” tetangga ku balas menjawab “coba kau lihat sepeda milik mu dan sepeda punya ku. Apakah ada yang berbeda?”. Kupandangi sepeda nya dengan sesakma. setelah puas menatap sepedanya, kulemparkan tatapan ku menghadap sepeda milikku. Dan sesaat kemudian ku sadari bahwa sepeda miliknya tak memiliki 2 roda tambahan seperti sepeda milikku, apa lagi sepedanya tidak berdiri tegak seperti milikku. Sepeda miliknya terlihat lebih condong ke kiri. Dia berkata sambil tersenyum kecil “nah, sekarang kau sudah tau kan apa beda sepeda kita?”. Oh, malunya diriku. Dengan wajah tersipu kujawab pertanyaannya “ya, aku sudah tau perbedaannya”. Akhirnya kami membatalkan balapan itu dan memutuskan untuk bersepeda santai bersama.
Sepulang dari bersepada, aku meniatkan diri untuk dapat mengendarai sepeda tanpa bantuan 2 roda kecil yang dimiliki sepedaku. Aku memohon pada ibu agar 2 roda kecil itu dilepaskan dari sepeda ku, tapi ibu menolak dan menawarkan agar aku belajar secara bertahap. Ibu cuma memperbolehkan sepedaku kehilangan 1 roda kecil. Akhirnya aku menurut, ternyata sepeda roda 3 lebih mengasyikan daripada sepeda roda 4. Walau jalannya selalu condong ke arah yang terdapat roda kecil, tapi cara ini sangat ampuh. Selama belajar bersepeda menggunakan sepeda roda 3 aku tak pernah terjatuh, hingga roda ke 3 dilepaspun aku tetap tiada terjatuh. Banyak teman yang tidak percaya dengan ceritaku mengenai pengalamanku belajar sepeda tanpa terjatuh, tetapi tetanggaku menjadi saksi hidup yang senantiasa bercerita tentang pengalamanku ini apabila ada teman yang tidak percaya mengenai cerita ini.
Setelah mahir bersepeda, aku sering sekali bersepeda untuk sekedar jalan-jalan di sore hari. Entah mengapa dan sejak kapan, aku mulai meninggalkan kebiasaan itu dan beralih ke permainan yang berkutat di dunia maya. Ya, aku mulai gemar bermain PS. Sepedaku pun tak tersentuh lagi, hingga berkarat dan menjadi sangat kecil untuk ditunggangi. Menaiki sepeda tak pernah terpikirkan lagi, hingga pada saat aku menginjak bangku kelas V SD dan rumah ku tertimpa bencana kebakaran. Semua perabotan rumah termasuk sepeda tuaku ikut terbakar. Aku sangat sedih karena kehilangan rumah yang kutinggali dari kecil dan kehilangan sepeda tuaku.
Kami mengontrak rumah kecil dan memulai semuanya dari nol. setiap harinya aku pulang pergi ke sekolah dengan berjalan kaki karena biaya dipusatkan untuk membangun rumah baru di tanah bekas kebakaran tersebut. Karena hal ini aku tidak bisa pulang pergi ke sekolah menggunakan jasa angkutan.
Tak terasa 2 tahun telah berlalu dan rumah baruku selesai dibuat. Kami pindah ke rumah baru dan saat itu aku sudah berada di bangku SMP. Mulanya saat berada di bangku kelas VII SMP, aku pulang pergi ke sekolah diantar menggunakan becak. Aku merengek kepada ibu agar dibelikan sepeda baru lagi, karena malu diantar jemput menggunakan becak. Tetapi ibu menolak, karena takut aku menelantarkan sepedaku lagi. Tetapi proses antar jemput menggunakan becak ini cuma bertahan selama 1 bulan, karena setelah dihitung-hitung ongkos yang dikeluarkan lebih mahal dari pada membeli sebuah sepeda baru yang kuinginkan. Akhirnya ibu membelikan sepeda baru yang ku idam-idamkan, sepeda itu bermerek Phoenix yang saat itu sedang ngetren-ngetrennya. Aku dengan gembira mengayuh sepeda baruku menuju sekolah. Betapa bangganya diriku ketika mengetahui bahwa di sekolah tiada teman yang memiliki sepeda seperti type milikku. Kehidupan sekolahku terasa begitu mengasyikan setelah sepedaku hadir. Aku menjadi mudah untuk mengikuti beragam extrakulikuler. Dulu saat masih jalan kaki atau diantar menggunakan becak, aku menjadi malas untuk mengikuti beragam extrakulikuler. Bagaimana tidak malas? Untuk ke sekolah saja aku harus menempuh waktu 20 menit apabila jalan kaki dan harus menahan malu apabila naik becak. Tetapi tidak perlu malu dan memakan waktu lama apabila menggunakan sepeda.
Pengalaman lucu pun pernah kualami bersama sepedaku, saat itu aku bersama teman-teman pulang dari les privat. salah seorang temanku mejumping sepedanya hingga sepeda itu berdiri cuma dengan satu roda dan dia bisa membuat sepeda itu berputar tanpa terjatuh. Teman yang lain memberikan tepuk tangan meriah dan pujian yang tiada habisnya. Aku merasa kalau hal itu tidak sulit untuk dilakukan, dan berkata “aku juga bisa kalau cuma seperti itu, malahan aku bisa membuat sepeda ku jungkir balik dalam keadaan aku mengendarainya”. Teman-teman menatapku dengan tatapan tidak percaya dan meraka seraya berteriak “Ayo buktikan”. Aku tanpa takut mencoba hal yang tidak pernah kucoba selama aku mengendarai sepeda. Aku mengayuh sepedaku dengan cepat dan saat kurasa cukup cepat, aku merem sepedaku secara mendadak dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Sialnya, aku tidak memperhatikan kalau tepat di belakang ku ada got yang penuh dengan lumpur. Saat ku angkat sepedaku setinggi mungkin, aku kehilangan keseimbangan dan byurrr, tubuhku basah tercebur ke got yang penuh lumpur dan sepedaku jungkir balik tak karuan di sebelahku. Seraya teman-temanku tertawa. Salah seorang temanku mengejekku dengan berkata “hahaha, hebat Line, kamu bisa bikin sepedamu jungkir balik tapi sayangnya kamu tidak dalam keadaan mengendarai sepedamu seperti yang kamu bilang. Yang lebih hebat lagi kamu malah mandi air got yang wangi itu. Hahahaha”.
Malu bercampur rasa lucu pun terlintas dikepala ku. Teman-teman ku mendekat dan menolongku. Yah, walaupun mereka semua menjepit hidung menggunakan kedua jarinya aku tetap bersyukur karena mereka tidak meninggalkan ku sendirian disana. Akhirnya kami semua pulang dengan tertawa. Mulai hari itu aku tidak sembarangan bicara lagi, aku takut mendapat malu lagi karena tidak dapat membuktikan semua omonganku.
Pengalaman yang paling sial pun pernah kualami bersama sepedaku, saat itu ibuku pergi ke Surabaya untuk menjalani operasi ginjal. Aku ditinggal sendiri di rumah selama 1 bulan lebih, sejak ditinggal sendiri di rumah aku terbiasa bangun pagi dengan bantuan jam Weker. Entah mengapa, malam itu aku sangat capek dan lupa menyetel jam Weker. Keesokan paginya, aku bangun jam 9, betapa terkejutnya diriku saat melirik jam yang terpajang di dinding. Aku segera meluncur mengambil seragamku, kepalaku kosong. Aku tak terpikir lagi untuk menggosok gigi, mencuci muka atau menyisir rambut dan menggunakan deodorant, hal yang penting saja tak terpikirkan apalagi berpikir untuk makan pagi. Untungnya, tadi malam aku sudah menyiapkan mata pelajaran untuk hari itu. Sialnya, baju seragamku belum disetrika dan sepedaku bannya kempis. Lengkaplah penderitaanku, tapi hal ini tak membuat ku malas pergi ke sekolah karena hari itu ada ulangan IPS dan aku sudah susah payah belajar semalaman. Kukayuh sepedaku dengan cepat, tapi jalannya sangat lamban karena bannya yang kempis. Semangatku tiada pupus, tetap ku kayuh sepeda itu hingga sampai ke sekolah. Kesialan kembali menimpaku saat satpam sekolah tak memperbolehkan aku memasuki wilayah sekolah sebelum berdiri di depan tiang bendera selama 1 jam pelajaran. Pupus lah sudah harapan mengikuti ulangan IPS, selama 1 jam hatiku terus menggerutu dan mengutuki keteledoranku. Akhirnya 1 jam berlalu dan aku diperbolehkan memasuki wilayah sekolah.
Saat aku berjalan menyusuri lorong menuju kelas aku berpapasan dengan guru IPS ku, aku menyapa dan bertanya “bu, kenapa Cuma mengajar 1 jam? Bukannya masih ada 1 jam lagi?”. Lalu guruku pun menjawab “oh iya, tadi ulangannya selesai dalam 1 jam. Karena materi semester 1 sudah habis, ibu memberikan waktu 1 jam buat kalian untuk mempelajari materi semester 2. Ngomong-ngomong kenapa kamu tidak ikut ulangan?”. Pertanyaan yang tidak ingin ku dengar terlontar juga dari mulut guruku. “saya telat bu, pak satpam tidak memperbolehkan saya memasuki wilayah sekolah sebelum berdiri di depan tiang bendera selama 1 jam pelajaran bu” jawab ku lesu. “oh begitu, lain kali jangan telat lagi ya. Kamu nanti ikut ulangan susulan saja di kantor. Ibu tunggu istirahat” kata guruku. “iya bu, terima kasih bu” jawab ku. Guru ku tersenyum dan berjalan menuju kantor. Aku dengan lunglai meneruskan jalanku menuju kelas.
Sesampainya di kelas seorang teman menghampiriku dan betapa malunya aku saat dia berkata “line, kok kamu bau sekali? Kamu dari mana sih?”. Aku cuma diam dan berjalan melaluinya. Bayangkan saja, sudah tidak mandi, gosok gigi, cuci muka, dijemur di depan tiang bendera lagi. Bagaimana tidak bau?.
Istirahat pun tiba, aku segera menemui guru IPS ku untuk mengikuti ulangan susulan, karena aku mengikuti ulangan susulan otomatis aku tidak dapat mengisi perut kosongku di kantin. Betapa laparnya diriku, tapi tetap ku paksakan untuk mengikuti ulangan susulan karena prioritas utama ku hadir ke sekolah untuk mengikuti ulangan IPS. Rasa lapar kutahan dengan pikiran istirahat ke 2 aku dapat makan ke kantin sepuas-puasnya, untungnya istirahat ke 2 aku masih kebagian tempat untuk menyantap makanan sebanyak-banyaknya.
Seharian aku diam saja dan tak mengangkat tangan walau aku mau bertanya dan mau menjawab, karena aku takut teman-teman mencium bau tak sedap yang keluar dari mulut dan ketiakku. Akhirnya saat pulang yang kutunggu-tunggu pun tiba dan aku segera berlari menuju parkiran sepeda. Segera kukayuh sepedaku dan betapa bodohnya diriku karena melajukan sepedaku di atas aspal yang berbatu dan membuat bannya bocor saat itu aku baru teringat bahwa ban sepedaku kempis dan harus dipompa. Dengan wajah masam dan hati marah ku dorong sepeda ku hingga menemukan sebuah bengkel. Untungnya, penambalan ban sepedaku cuma memakan waktu 15 menit dan cuma mengocek uang sebesar Rp 3.000. Aku kembali melajukan sepedaku. Ternyata kesialan masih berpihak pada ku, saat ingin menyeberangkan sepeda ku ke seberang jalan tiba-tiba sebuah truk lewat dengan begitu cepat dan membuat aku terkejut sehingga oleng dalam mengendalikan stang sepedaku. Yang lebih sial lagi, ternyata di sisi jalan ada genangan air kotor dan aku terjatuh kedalam genangan itu. Hatiku cuma dapat menggerutu “tadi pagi kau tak mandi, lihatlah kini jalan memandikanmu”.
Cerpen Karangan: Octya Celline

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar